Dalam hidup ini siapapun harus berbuat baik dan kelak meninggalkan kebaikan. Tidak semestinya hidup tanpa meninggalkan apa-apa. Hidup harus bermakna. Kebaikan itu berupa apa saja, hingga yang penting adalah memberikan kemudahan atau melapangkan bagi orang lain.
Sekalipun bergitu, ternyata berbuat baik terhadap orang lain tidak mudah dilakukan. Sehari -hari yang terpikir adalah justru sebaliknya. Yaitu bagaimana agar orang lain selalu melapangkan dan memudahkan bagi dirinya. Bahkan apapun yang sudah dilakukan oleh orang lain dianggap tidak cukup, atau kurang sempurna.
Orang yang seperti digambarkan itu, selalu berharap agar selalu mendapatkan sesuatu. Kebutuhannya sudah dicukupi dan juga persoalannya diselesaikan. Orang lain selalu dituntut agar berbuat baik pada dirinya. Sementara dia sendiri tidak berpikir untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Mereka itu lupa bahwa orang lain sudah sedemikian banyak berbuat baik dan melapangkan hidupnya.
Kesadaran bahwa sudah banyak orang lain berbuat baik terhadap dirinya, kadang masih perlu ditumbuh-kembangkan. Hal itu tidak saja diperlukan bagi orang yang berpendidikan rendah, tetapi juga terhadap orang yang telah meraih pendidikan tertinggi sekalipun. Tidak selalu dipahami bahwa prestasi yang diraih oleh seseorang sebenarnya adalah merupakan akumulasi dari kebaikan berbagai orang yang melakukan peran berbeda-beda.
Seseorang yang mendapatkan kebahagiaan oleh karena disertasinya telah diujikan dan lulus hingga berhak menyandang gelar Doktor sekalipun, belum tentu menyadari bahwa prestasi itu adalah merupakan hasil kebaikan dari berbagai pihak. Bagi orang yang tidak berpikir orang lain, maka seolah-olah gelarnya itu merupakan prestasinya sendiri, tanpa ada sumbangan dari orang lain. Padahal jika direnungkan secara mendalam, tentu tidak sedikit sumbangan orang lain hingga menghasilkan prestasi itu.
Pada kenyataannya, seseorang lulus menjadi Doktor, maka sebenarnya sedemikian banyak orang yang telah memberikan andil terhadap keberhasilan itu. Misalnya saja adalah para gurunya, mulai dari guru sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, adalah kedua orang tuanya, saudara-saudaranya, isteri dan anak-anaknya, para teman-temannya. Bahkan, jika ingin disebut secara lebih sempurna lagi, adalah juga jasa para pegawai kampus itu, mulai dari para petugas administrasi, tukang sapu, pihak keamanan dan juga pihak-pihak lainnya yang tidak mungkin disebutkan.
Oleh karena itu, maka artinya bahwa keberhasilannya itu sebenarnya diperoleh dari kebaikan orang lain yang jumlahnya sedemikian banyak. Orang lain lah yang sebenarnya telah memberikan andil pada keberhasilan itu. Keberhasilan tersebut adalah diraih bukan semata-mata atas kekuatan yang bersangkutan sendiri, tetapi keberhasilan itu adalah oleh karena telah banyak orang lain berbuat baik.
Merenungkan kebaikan orang lain terhadap dirinya adalah penting. Dengan mengingat –ingat kebaikan orang lain, maka yang bersangkutan akan tergerak untuk melakukan kebaikan serupa, dan bahkan lebih. Jika orang lain telah berbuat baik, maka pertanyaan mendasar yang seharusnya muncul dari yang bersangkutan adalah kebaikan apa yang seharusnya diberikan kepada orang lain dalam kehidupan ini.
Hal sedemikian itu sebenarnya sangat mudah dipahami, tetapi ternyata tidak semua orang berhasil melakukannya. Banyak orang menuntut agar orang lain berbuat baik terhadap dirinya. Sementara itu mereka tidak pernah memberikan apa-apa kepada orang lain. Islam sebenarnya, adalah ajaran agar para pemeluknya memberi manfaat dan bukan sebaliknya, yaitu sebatas menikmati kebaikan atau manfaat dari orang lain.
Orang seringkali merasa beruntung karena mendapatkan kebaikan dari orang lain. Padahal sebenarnya yang justru beruntung adalah orang-orang yang selalu berbuat baik dan atau memberikan kebaikan kepada orang lain. Sebaik-baik orang adalah mereka yang berbuat baik terhadap orang lain, dan bukan sebaliknya, yaitu sebatas menerima kebaikan atau manfaat. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar