Setiap orang memiliki jalan pikiran yang berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan oleh banyak hal, misalnya oleh latar belakang pekerjaan yang berbeda, pendidikan, agama, kepentingan dan kebutuhan, dan lain-lain. Seorang petani akan memiliki pikiran yang berbeda dari pedagang. Pedagang berbeda dari seorang guru. Begitu pula seorang guru akan berbeda dari seorang murid atau juga mahasiswa.
Perbedaan cara berpikir akan menghasilkan orientasi dan pemahaman terhadap sesuatu secara berbeda-berbeda pula. Seorang guru sehari-hari dihadapkan kepada tugas-tugas dan tanggung jawab mendidik para murid-muridnya. Persoalan yang dihadapi adalah bagaimana agar murid-muridnya menjadi pintar, berhasil mendapatkan nilai yang bagus,lulus ujian sekolah maupun ujian nasional. Keberhasilan seorang guru adalah ketika murid-muridnya dinyatakan lulus ujian, dan atau berhasil melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Sekalipun tugas itu sama-sama mendidik, ternyata masih bisa dibedakan antara yang dipikirkan oleh guru dengan kyai di pesantren. Para guru di sekolah selalu bepikir tentang target bahan pelajaran yang harus diselesaikan, persiapan mengajar, memilih metode mengajar yang tepat, melaksanakan ujian akhir, melaporkan prestasi para siswanya dan lain-lain di sekitar itu. Sedangkan yang dipikirkan oleh kyai di pesantren adalah bagaimana agar para santrinya memiliki sifat tawadhu’, tha’at, kehidupan mereka membawa berkah, dan nilai-nilai lain yang dijunjung tinggi di pesantrennya itu. Orientasi pendidikan yang berbeda tentu masing-masing akan memilih pendekatan yang berbeda pula.
Berbeda lagi adalah cara berpikir pedagang. Seorang pedagang selalu berpikir bagaimana mendapatkan dagangan yang banyak, baik, dan murah. Para pedagang juga dihadapkan pada pesaing dan juga bagaimana mendapatkan modal yang cukup. Selanjutnya, setelah dagangan didapatkan, maka yang dipikirkan serlanjutnya adalah bagaimana agar dagangan itu segera terjual dan mendapatkan laba. Pedagang selalu berpikir tentang barang, modal, pekerja, pembeli, langganan, laba dan hal lain terkait dengan itu.
Para pejabat pemerintah tentu juga memiliki cara berpikir tersendiri. Sehari-hari, mereka dihadapkan oleh tanggung jawab untuk menyelesaikan program-program yang telah disusun, baik oleh dirinya sendiri atau atasannya. Pekerjaan dan tanggung jawab harus terselesaikan. Para pejabat juga menghadapi berbagai persoalan misalnya, anggaran dan tenaga yang tidak selalu mencukupi, namun tugas-tugas harus diselesaikan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Pejabat juga harus menghadapi para pengawas atau auditor atas semua tugas-tugas yang menjadi tanggungannya.
Berbeda dengan guru, dosen, pedagang, pejabat, dan lain-lain, adalah tugas mahasiswa. Para mahasiswa sehari-hari diharuskan mengikuti kuliah, menyelesaikan tugas-tugas, dan juga ujian–ujian yang harus dihadapi. Yang terpikirkan oleh mereka adalah bagaimana menghadapi dosen, mencari bahan-bahan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya itu, termasuk juga memenuhi kewajiban lain agar kuliahnya selesai tepat waktu dan berpretasi unggul. Para mahasioswa juga dituntut untuk berpikir tentang masyarakat dan kehidupan mereka sendiri di masa depan.
Apapun jenis bidang kehidupan yang sedang dijalani, semua orang ingin sukses. Padahal kesuksesan itu tidak selalu mudah diraih. Di hadapan mereka terdapat keterbatasan-keterbatasan, baik yang terkait dengan dirinya sendiri maupun sarana dan prasarana, serta lingkungan yang ada. Keadaan yang tidak selalu menentu itulah yang menyebabkan masing-masing harus berpikir keras dan mencari strategi agar tugas-tugas dan tanggung jawabnya terselesaikan secara maksimal.
Memahami orang yang berbeda-beda itu, tentu harus menggunakan pendekatan yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh sederhana, tatkala menghadapi guru atau kepala sekolah harus berbeda dari tatkala menghadapi seorang kyai. Para guru akan mudah diajak berbicara tentang murid, ujian sekolah, ujian nasional, bahan pelajaran, ujian nasional, dan juga prestasi siswa sesuai dengan ukuran-ukuran yang lazim di sekolah. Hal itu berbeda tatkala menghadapi seorang pengasuh pesantren, sekalipun sama-sama berbicara tentang pendidikan, maka dengan para kyai, yang lebih tepat adalah membicarakan tentang kehidupan pesantren
Demikian pula, berbicara dengan guru seharusnya dibedakan dari berbicara dengan pedagang, orang-orang partai atau politikus, dan selainnya. Oleh karena tugas, tanggung jawab, dan persoalan masing-masing orang berbeda-beda, maka mereka memiliki cara berpikir yang berbeda-beda pula. Apa yang telah digambarkan tersebut sebenarnya hanyalah contoh-contoh kecil dan sederhana. Dalam kehidupan nyata, keadaannya lebih rumit dan bervariatif. Oleh karena itu bagi siapapun tidak mudah memahaminya. Atas dasar kenyataan seperti itu, maka di tengah masyarakat seringkali terjadi salah paham, benturan-benturan dan bahkan akibatnya tidak mudah dipersatukan. Namun setiap orang dan apalagi seorang pemimpin, seharusnya berusaha memahami orang lain, utamanya mereka yang dipimpinnya, walaupun hal itu tidak selalu mudah dilakukan. Wallahu a’lam.
Perbedaan cara berpikir akan menghasilkan orientasi dan pemahaman terhadap sesuatu secara berbeda-berbeda pula. Seorang guru sehari-hari dihadapkan kepada tugas-tugas dan tanggung jawab mendidik para murid-muridnya. Persoalan yang dihadapi adalah bagaimana agar murid-muridnya menjadi pintar, berhasil mendapatkan nilai yang bagus,lulus ujian sekolah maupun ujian nasional. Keberhasilan seorang guru adalah ketika murid-muridnya dinyatakan lulus ujian, dan atau berhasil melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Sekalipun tugas itu sama-sama mendidik, ternyata masih bisa dibedakan antara yang dipikirkan oleh guru dengan kyai di pesantren. Para guru di sekolah selalu bepikir tentang target bahan pelajaran yang harus diselesaikan, persiapan mengajar, memilih metode mengajar yang tepat, melaksanakan ujian akhir, melaporkan prestasi para siswanya dan lain-lain di sekitar itu. Sedangkan yang dipikirkan oleh kyai di pesantren adalah bagaimana agar para santrinya memiliki sifat tawadhu’, tha’at, kehidupan mereka membawa berkah, dan nilai-nilai lain yang dijunjung tinggi di pesantrennya itu. Orientasi pendidikan yang berbeda tentu masing-masing akan memilih pendekatan yang berbeda pula.
Berbeda lagi adalah cara berpikir pedagang. Seorang pedagang selalu berpikir bagaimana mendapatkan dagangan yang banyak, baik, dan murah. Para pedagang juga dihadapkan pada pesaing dan juga bagaimana mendapatkan modal yang cukup. Selanjutnya, setelah dagangan didapatkan, maka yang dipikirkan serlanjutnya adalah bagaimana agar dagangan itu segera terjual dan mendapatkan laba. Pedagang selalu berpikir tentang barang, modal, pekerja, pembeli, langganan, laba dan hal lain terkait dengan itu.
Para pejabat pemerintah tentu juga memiliki cara berpikir tersendiri. Sehari-hari, mereka dihadapkan oleh tanggung jawab untuk menyelesaikan program-program yang telah disusun, baik oleh dirinya sendiri atau atasannya. Pekerjaan dan tanggung jawab harus terselesaikan. Para pejabat juga menghadapi berbagai persoalan misalnya, anggaran dan tenaga yang tidak selalu mencukupi, namun tugas-tugas harus diselesaikan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Pejabat juga harus menghadapi para pengawas atau auditor atas semua tugas-tugas yang menjadi tanggungannya.
Berbeda dengan guru, dosen, pedagang, pejabat, dan lain-lain, adalah tugas mahasiswa. Para mahasiswa sehari-hari diharuskan mengikuti kuliah, menyelesaikan tugas-tugas, dan juga ujian–ujian yang harus dihadapi. Yang terpikirkan oleh mereka adalah bagaimana menghadapi dosen, mencari bahan-bahan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya itu, termasuk juga memenuhi kewajiban lain agar kuliahnya selesai tepat waktu dan berpretasi unggul. Para mahasioswa juga dituntut untuk berpikir tentang masyarakat dan kehidupan mereka sendiri di masa depan.
Apapun jenis bidang kehidupan yang sedang dijalani, semua orang ingin sukses. Padahal kesuksesan itu tidak selalu mudah diraih. Di hadapan mereka terdapat keterbatasan-keterbatasan, baik yang terkait dengan dirinya sendiri maupun sarana dan prasarana, serta lingkungan yang ada. Keadaan yang tidak selalu menentu itulah yang menyebabkan masing-masing harus berpikir keras dan mencari strategi agar tugas-tugas dan tanggung jawabnya terselesaikan secara maksimal.
Memahami orang yang berbeda-beda itu, tentu harus menggunakan pendekatan yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh sederhana, tatkala menghadapi guru atau kepala sekolah harus berbeda dari tatkala menghadapi seorang kyai. Para guru akan mudah diajak berbicara tentang murid, ujian sekolah, ujian nasional, bahan pelajaran, ujian nasional, dan juga prestasi siswa sesuai dengan ukuran-ukuran yang lazim di sekolah. Hal itu berbeda tatkala menghadapi seorang pengasuh pesantren, sekalipun sama-sama berbicara tentang pendidikan, maka dengan para kyai, yang lebih tepat adalah membicarakan tentang kehidupan pesantren
Demikian pula, berbicara dengan guru seharusnya dibedakan dari berbicara dengan pedagang, orang-orang partai atau politikus, dan selainnya. Oleh karena tugas, tanggung jawab, dan persoalan masing-masing orang berbeda-beda, maka mereka memiliki cara berpikir yang berbeda-beda pula. Apa yang telah digambarkan tersebut sebenarnya hanyalah contoh-contoh kecil dan sederhana. Dalam kehidupan nyata, keadaannya lebih rumit dan bervariatif. Oleh karena itu bagi siapapun tidak mudah memahaminya. Atas dasar kenyataan seperti itu, maka di tengah masyarakat seringkali terjadi salah paham, benturan-benturan dan bahkan akibatnya tidak mudah dipersatukan. Namun setiap orang dan apalagi seorang pemimpin, seharusnya berusaha memahami orang lain, utamanya mereka yang dipimpinnya, walaupun hal itu tidak selalu mudah dilakukan. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar