Waqaf (al-waqfu), menurut bahasa artinya “al-habsu” yaitu menahan atau tahanan. Waqaf menurut istilah syara’ ialah menahan harta benda tertentu yang dapat diambil manfaatnya sedangkan bendanya masih tetap, dan benda itu diserahkan kepada badan/orang lain debfab naksud untuk mendekatkan diri kepada Allah dan benda tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Wakaf ialah menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan.
Firman Allah SWT:
(
(#qè=yèøù$#uruŽöy‚ø9$#öNà6¯=yès9šcqßsÎ=øÿè?)ÇÐÐÈ
“dan perbuatlah kebajikan, supaya kamumendapat kemenangan” (Al Hajj:77)
`s9(#qä9$oYs?§ŽÉ9ø9$#4Ó®Lym(#qà)ÏÿZè?$£JÏBšcq™6ÏtéB4$tBur(#qà)ÏÿZè?`ÏB&äóÓx«¨bÎ*sù©!$#¾ÏmÎ/ÒOŠÎ=tæÇÒËÈ
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Ali Imran:92). [1]
Sabda Rasulullah Saw:
Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah Saw “Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini?” jawab beliau “Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya.” Lalu dengan petunjuk beliau itu Umar sedekahkan manfaatnya dengan perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan (diberikan), dan tidak boleh dihibahkan,” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Inilah mula-mula (wakaf) yang masyhur dalam Islam. Kata Imam Syafi’i, “Sesudah itu 80 orang sahabat di Madinah terus mengorbankan harta mereka dijadikan wakaf pula.”[2]
1. Rukun Wakaf
a. Ada yang berwakaf. Syaratnya:
1) Berhak berbuat kebaikan, sekalipun ia bukan Islam
2) Kehendak sendiri, tidak sah karena dipaksa
b. Ada barang yang diwakafkan. Syaratnya:
1) Kekal zatnya. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak
2) Kepunyaan yang mewakafkan, walaupun musya’ (bercampur dan tidak dapatdipisahkan dari yang lain)
Sabda Rasulullah Saw:
Umar telah berkata kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya saya mempunyai seratus saham di Khaibar, belum pernah saya mempunyai harta yang lebih saya cintai daripada itu. Sesungguhnya saya bermaksud menyedekahkannya.” Jawab Nabi Saw “Engkau tahan pokoknya dan sedekahkan buahnya” (Riwayat Nasai dan ibnu Majah)
Seratus saham kepunyaan Umar yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah musya’. Oleh karena itu, hadis ini menjadi dalil sahnya wakaf musya’.
c. Ada tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf tersebut)
Kalau berwakaf kepada orang tertentu, orang yang berhak menerima hasil wakaf tersebut hendaknya orang yang memiliki sesuatu.Maka tidak sah berwakaf kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya, begitu juga kepada hamba sahaya.
Wakaf kepada umum. Berwakaf kepada umum di jalan kebaikan adalah sah bahkan inilah yang lebih penting, misalnya kepada fakir dan miskin, kepada ulama’, murid-murid, masjid-masjid, sekolah-sekolah, untuk membuat jalan, benteng, dan kemaslahatan umum lainnya.
d. Lafaz, seperti: “Saya wakafkan ini kepada orang-orang miskin”, atau “Saya wakafkan ini untuk membuat benteng dan kemaslahatan umum lainnya”. Kalau mewakafkan kepada sesuetu yang tertentu hendaklah ada kabul (jawab), tetapi wakaf untuk umum tidak disyaratkan kabul.[3]
2. Macam-macam Wakaf
Dalam prakteknya, wakaf terbagi menjadi dua yaitu wakaf ahli (wakaf keluarga) dan wakaf khairi (wakaf umum). Wakaf ahli yaitu wakaf yang diberikan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih. Misalnya mewakafkan sebidang tanah kepada seorang kyai. Sedangkan wakaf khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum (orang banyak) misalnya mewakafkan tanah untuk membangun musholla, masjid atau madrasah. Manfaat yang diperoleh dari ibadah wakaf ini sangat besar, baik bagi diri yang mewakafkan maupun terutama bagi masyarakat dan agama. Bagi diri pewakafnya, manfaat dari wakaf antara lain dapat mengangkat derajat ketakwaannya disisi Allah SWT.
Wakaf yang jelas sahnya yaitu kepada orang yang telah ada dan terus menerus tidak putus-putusnya. Adapun beberapa macam wakaf yang dijelaskan di bawah ini adalah wakaf yang menjadi perselisihan antara beberap ulama tentang sah atau tidaknya:
1. Putus awalnya, seperti kata seorang “Saya wakafkan ini kepada anak-anak saya, kemudian kepada fakir miskin,” sedang dia tidak mempunyai anak. Ini tidak sah karen tidak dapat diberikan sekarang.
2. Putus di tengah, umpamanya seseorang berkata, “Saya wakafkan ini kepada anak-anak saya, kepada seseorang dengan tidak ditentukan, kemudian kepada orang-orang miskin.” Menurut pendapat yang kuat, wakaf ini sah. Diberikannya wakaf sesudah tingkatan pertama kepada tingkatan ketiga.
3. Putus akhirnya, umpamanya dia berkata, “Saya wakafkan ini kepada beberapa anak A,” dengan tidak diterangkan kepada siapa. Wakaf semacam ini sah juga menurut pendapat yang mu’tamad, sesudah habis dari A. Sebagian ulama berpendapat bahwa hasil wakaf diberikan kepada yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan orang yang berwakaf, karena sedekah kepada family lebih utama. Tetapi sebagian ulama lain berpendapat diberikan kepada fakir dan miskin.[4]
3. Syarat-Syarat Wakaf
1. Selama-lamanya, berarti tidak dibatasi dengan waktu. Maka jika seseoranga berkata “Saya mewakafkan ini kepada fakir miskin dalam masa satu tahun” wakaf semacam itu tidak sah karena tidak selamanya.
2. Tunai dan tidak ada khiyar syarat, sebab wakaf itu maksudnya adalah memindahkan milik pada waktu itu. Jika disyaratkan khiyar, atau dia berkata “kalaui si A datang, saya mewakafkan ini kepada murid-murid”, maka wakaf semacam ini tidak sah karena tidak tunai. Kecuali kalau dihbungkan dengan mati, umpamanya dia berkata “Saya wakafkan sawah saya sesudah saya mati kepada ulama’ Jakarta” maka lafaz ini sah menjadi wasiat bukan wakaf.
3. Hendaklah jelas kepada siapa diwakafkan. Kalau dia berkata “Saya wakafkan rumah ini”, wakaf ini tidak sah karena tidak jelas kepada siapa diwakafkannya.[5]
4. Syarat-Syarat Bagi yang Berwakaf
Apabila wakaf itu sah, maka tempat berwakaf berhak mengambil hasilnya, baik manfaat, sepert mendiami rumah, zat, seperti buah pohon yang diwakafkan, atau susu hewan yang diwakafkan, sewa wakaf, dan sebagainya. Sungguhpun begitu, hendaklah diatur menurut aturan (syarat-syarat) dari yang berwakaf, sama atau tidaknya, yang terdahulu dan yang terkemudian. Umpamanya dia berkata “Saya wakafkan ini kepada anak-anak saya, untuk laki-laki dua kali bagian perempuan, penghasilan tahun pertama utuk perempuan dan tahun kedua untuk laki-laki, anak saya yang miskin, atau yang sekolah tinggi, dsb.” Semua syarat itu wajib dilakukan.Kalau tidak ada syarat dari yang berwakaf atau tidak diketahui, hendaklah dibagi dengan seadil-adilnya, atau dengan perembukan antara beberapa orang yang berhak.[6]
A. Hibah
1. Pengertian Hibah
Hibah ialah pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat akad hibah dinyatakan.[7]
2. Pendapat Ulama Fiqih tentang Hibah
a. Menurut mazhab hanafi adalah benda dengan tanpa ada syarat harus mendapat imbalan ganti, pemberian dilakukan pada saat si pemberi masih hidup dan benda yang akan diberikan itu adalah syah milik Pemberi.
b. Menurut mazhab Maliki adalah memberikan suatu zat materi tanpa mengharap imbalan dan hanya ingin menyenangkan orang yang diberinya tanpa mengharap imbalan dari Allah. Hibah menurut Maliki ini sama dengan dengan hadiah. Dan apabila pemberian itu semata-mata untuk meminta ridha Allah dan mengharapkan pahala maka ini dinamakan sedekah
c. Menurut madzhab Hambali hibah adalah memberikan hak memiliki sesuatu oleh seseorang yang dibenarkan tasarrufnya atas suatu harta baik yang dapat diketahui atau karena susah untuk mengetahuinya tapi harta itu ada wujudnya untuk diserahkan. Pemberian itu bersifat tidak wajib dan dilakukan pada waktu Pemberi masih hidup dengan tanpa adanya syarat imbalan.
d. Menurut madzhab Syafi'i hibah mengandung dua pengertian yaitu:
1) Pengertian khusus adalah pemberian bersifat sunnah yang dilakukan dengan ijab qabul pada waktu Pemberi masih hidup. Pemberian yang tanpa maksud untuk menghormati atau memuliakan seseorang dan mendapatkan pahala dari Allah atau karena menutup kebutuhan orang yang diberikannya
2) Pengertian umum adalah hibah dalam arti luas yang mencakup hadiah dan shodaqoh.
Walaupun rumusan definisi yang dikemukakan oleh keempat madzhab tersebut berlainan redaksinya namun intinya tetaplah sama yaitu hibah adalah memberikan hak memiliki sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati, atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan
Walaupun rumusan definisi yang dikemukakan oleh keempat madzhab tersebut berlainan redaksinya namun intinya tetaplah sama yaitu hibah adalah memberikan hak memiliki sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati, atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan
3. Dasar Hukum Hibah
Hibah adalah seperti hadiah, Hukum hibah adalah mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :
Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SA W telah bersabda "siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karenasesungguhnya yang demikianitumerupakanrizki yang diberikanoleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad)
Artinya : "Dari Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SA W telah bersabda "siapa yang diberi kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karenasesungguhnya yang demikianitumerupakanrizki yang diberikanoleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad)
Karena keduanya merupakan perbuatan baik yang di anjurkan untuk dikerjakan. Firman Allah SWT:
`s9(#qä9$oYs?§ŽÉ9ø9$#4Ó®Lym(#qà)ÏÿZè?$£JÏBšcq™6ÏtéB4$tBur(#qà)ÏÿZè?`ÏB&äóÓx«¨bÎ*sù©!$#¾ÏmÎ/ÒOŠÎ=tæÇÒËÈ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Q.S. Al-Imran:92)
4. Kepemilikan Barang yang Dihibahkan
Harta yang diberiakan lewat hibah langsung beralih kepemilikan dari pemberi hibah kepada pihak kedua yang menerimanya. Namun, dalam hibah masih ada peluang untuk umenarik kembali, yakni hibah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya. Jika seorang ayah melihat bahwa dengan hibah tersebut, seorang anak justru menjadi lebih nakal (terjerumus dalam kehidupan yang tidak diridhai Allah SWT) dan makin tidak teratur, si ayah boleh menarik kembali hibahnya.[8]Selain hibah ayah terhadap anaknya, pemberi hibah tidak boleh menarik hibahnya kembali.
5. Hukum Hibah
a. Wajib
Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai kemampuannya. Hal itu didasarkan pada anak dan istri menjadi tanggung jawab suami. Agar tidak menimbulkan rasa iri, sebaiknya hibah kepada anak diberikan adil.
b. Haram
Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali. Hukum haram menarik kembali hibah ini tidak belaku bagi hibah seorang ayah kepada salah seorang anaknya. Jadi, diperbolehkan seorang ayah menarik kembali hibah yang diberikan, mengingat anak dan harta itu sebenarnya adalah milik ayah.
c. Makruh
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu, baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya makruh. Misalnya, orang muslim menghibahkan sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang tersebut membalasnya dengan pemberian yang lebih besar.[9]
Al-Qur’an surat ar-Rum ayat 39 membicarakan masalah zakat. Namun, pada ayat tersebut dapat diambil pelajaran secara umum (selain zakat). Orang yang menghibahkan sesuatu hendaknya dengan niat ikhlas untuk membantu orang yang kekurangan. Apabila menghibahkan sesuatu dangan memperoleh pengambilan, pada hakikatnya tidak menolong, melainkan memeras. Dengan demikian, bukan pahala yang diterima, tetapi dosa. [10]
6. Rukun Hibah
a. Adanya orang yang menghibahkan barang atau harta. Syaratnya :
- Memiliki barang yang di berikan, bukan pinjaman atau milik orang lain.
- Baligh, berakal, dan cerdas.
- Tidak memiliki kebiasaan menghambur-hamburkan/ pemboros.
- Adanya orang yang menerima hibah. Syaratnya :
- mempunyai hak unutk memiliki barang hibah.
- Tidak sahmenghibahkan kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya.
- Adanya sigat (ijab dan kabul). Seperti:
- ijab: “Aku berikan barang ini kepada engkau …”
- Kabul:”aku terima…”
- Adanya barang yang dihibahkan, dengan syarat:
barang yang dihibahkan tersebut boleh dijual oleh si penerima atau halal untuk di gunakan.
7. Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
b. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
B. Hadiah
1. Pengertian Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu secara cuma-cuma dengan maksud untuk memuliakan seseorang karena sesuatu kebaikan yang telah diperbuat. Dengan kata lain, hadiah berfungsi sebagai imbalan jasa dengan jumlah tidak ditentukan terlebih dahulu antara pemberi dan penerima. [11]
2. Anjuran Untuk Saling Memberi Hadiah
Rasulullah SAW. Terkenal sebagai seorang yang pemurah (dermawan), terlebih pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Beliau menganjurkan kepada umatnya agar menjadi orang yang dermawan. [12]
3. Hukum Hadiah
Sabda Rasulullah SAW:” dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW telah bersabda:’ sekiranya saya di undang untuk makan sepotong kaki binatang pasti akan saya kabulkan undangan tersebut, begitu juga kalau sepotong kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu akan saya terima’.”
Dan di hadis yang lain menceritakan bahwa Nabisendiri pun jugaseringmenerimadanmemberihadiahkepadasesamamuslim. Sebagaimanasabdanya yang artinya“Rasullullahmenerimahadiahdanbeliauselalumembalasnya “ (HR. Al-Bazzar)
Berdasarkan hadis diatas, dapat di simpulakn bahwa hukum hadiah adalah diperbolehkan dan akan di terima Allah SWT dengan syarat berikut :
- Diundang untuk hadir di tempat undangan, maka hadiah yang diberikan hendaklah di terima.
- Hadiah yang diberikan adalh untuk kebaikan.
- Tidak berlebih-lebihan (tidak boros) sebab mudaratnya lebih besar dari manfaatnya.
- Hadiah tersebut bukan untuk pemintaan, tetapi tumbuh dari hati nuraninya sendiri.
- Tidak diperbolehkan menolak hadiah.
- Pemberian berupa sesuatu yang di ridhai Allah SWT, bukan pemberian yang dibenci/ dilarang Allah SWT.
C. Persamaan, Perbedaan, dan Manfaat Wakaf, Hibah, dan Hadiah
a. Persamaan
· Wakaf, hibah, dan hadiah merupakan wujud kedermawanan yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok dalam organisasi.
· Wakaf, hibah, dan hadiah diberikan secara cuma-cuma tanpa mengharapkan pemberian kembali dalam bentuk atau wujud apa pun.
b. Perbedaan
· Wakaf, untuk mengharap ridha Allah Swt.
· Hibah, memberikan barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada sebabnya.
· Hadiah diberikan kepada seseorang senbagai imbalan jasa atau penghargaan atas prestasi yang dicapai (hedak memuliakan).[13]
D. Manfaat Bagi Orang yang Berwakaf, Memberi Hibah, dan Hadiah
a. Dapat mengurangi beban hidup pihak yang diberi, khususnya bagi keluarga yang miskin
b. Mempererat hubungan batin (persahabatan) antara pihak yang memberi dan yang diberi
c. Terjalinnya hubungan persaudaraan antara pemberi dan penerima
d. Semakin berkurangnya jurang pemisah antara orang yang hidu berkecukupan dengan orang yang serba kekurangan
e. Terwujudnya kerukunan hidup bertetangga dan bermasyarakat
f. Memberi kemaslahatan hidup dari kalangan orang yang berprestasi (khususnya pemberi hadiah)
g. Dapat memberikan manfaat kepada orang lain agar bisa mengembangkan kehidupannya sehingga mencapai taraf hidup yang lebih baik
h. Dapat menumbuh kembangkan sikap hidup gotong royaong dan tolong menolong pada waktu kesusahan atau sedang menghadapi kesulitan.
0 komentar:
Posting Komentar