Pages

Rabu, Juni 29

Kebijakan Pendidikan Nasional

Mencermati perkembangan kebijakan pendidikan nasional sekurang-kurangnya mempunyai tiga makna. Pertama, untuk mengetahui kondisi pendidikan serta sosial-setting yang  mempengaruhinya;  kedua, untuk mengetahui pergeseran  kebijakan pendidikan dari masa  pra kemerdekaan hingga  kini, sehingga  diketahui  apa yang telah berubah dan respons masyarakat atas kebijakan yang  diambil; ketiga, untuk dapat meprediksikan arah  pendidikan  nasional  masa depan  yang  berbasis akar budaya dan berwawasan kebangsaan.

lnterval waktu  untuk memahami  pergeseran  kebijakan pendidikan nasional  disistemisasikan dalam  beberapa  periodisasi sebagai  berikut (Kuntoro, 1997:l-2; dkk., 1995:vii-viii).  Periode  pertama, masa perjuangan, yakni masa pergerakan nasional,  bermula  pada masa imperialisme hingga kemerdekaan. Dalam hal ini difokuskan sejak masa  pendudukan Jepang sampai kemerdekaan:  1942-1945 . Periode kedua, masa awal kemerdekaan atau masa Orde Lama, tahun  1945 sampai  terbentuknya secara yuridis-formal  Undang-undang RI Nomor 4 Tahun  1950 tentang Dasar-dasar pendidikan dan Pengajaran di Sekolah hingga  berakhimya Orde Lama, tahun 1965. Periode ketiga, masa pembangunan atau  masa Orde Baru, diawali dengan  berakhirnya periode kedua sampai tahun 1994,  yang ditandai diberlakukannya   Kurikulum  Tahun l994, hingga era reformasi sejak 1998 sampai dikembangkannya    Kurikulum  Berbasis  Kompetensi pada tahun 2004 dan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan  (KTSP) 2006.[1]
Masa  perjuangan.  Merupakan masa transisi  kebijakan  dari Kolonial  Belanda ke jepang. Perubahan mendasar akibat transisi kebijakan tersebut sedikitnya tampak lima hal. Pertama, perubahan misi, dari upaya Kristenisasi oleh Belanda ke Nipponisasi oleh Jepang.  Kedua, perubahan tipe kepemimpinan, dari sosok pemerintahan sipil belanda ke militeristik Jepang. Ketiga, perubahan strategi  politik dari devide  et  impera Belanda ke taktik  integrasi ala Jepang. Keempat,  perubahan sistem pendidikan yang semula  bersifat diskriminatif  dengan  diferensiasi sekolah menuju  ke arah penyeragaman pendidikan. Kelima, perubahan yang berkaitan dengan materi dan tujuan pendidikan dan  pengajaran.[2]
     Masa awal kemerdekaan. Masa ini dihiasi oleh perubahan situasi sosial politik sangat dahsyat. Proklamasi  kemerdekaan 17 Agustus  1945 menandai berakhirnya masa pendudukan Jepang atas Indonesia dan pada  saat yang sama  mengawali  bangkitnya pendidikan nasional. Oleh karena itu pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan, lepas dari  pengaruh kondisi sosial politik yang ada. Karenanya transisi  kebijakan nasional pada  masa ini dapat dibagi dalam tiga fase  seiring dengan suasana politik yang  mempengaruhinya. Fase pertama, sejak proklamasi kemerdekaan  sampai Undang-undang RI Nomor 4 tahun  1950. Iklim pendidikan  nasional saat  itu, antara lain berupa: (a) masa jabatan  menteri  Pengajaran  relatif singkat  akibat sering    penggantian  menteri; (b) minimnya jumlah  guru, terutama  guru  sekolah dasar, akibat       keikutsertaan guru dalam  perang kemerdekaan, demikian  pula halnya dengan para pelajar   yang merangkap fungsi sebagai  tentara, menimbulkan  terpecahnya  konsentrasi  pendidikan     ke arah perjuangan nasional;  (c) fasilitas sekolah  banyak yang hancur akibat perang atau karena dipakai sebagai barak militer, mengakibatkan  terhentinya  proses pembelajaran di kelas; d) belum terbentuknya  undang-undang tentang  pendidikan  nasional. [3]         Fase kedua,  dari akhir fase pertama sampai  dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Fase ini dalam  konteks politik saat itu dikenal  sebagai masa Demokrasi  Liberal atau  Demokrasi  Paralementer (195I-1959).  Pada fase  ini beberapa faktor sosial politik yang mempengaruhi situasi pendidikan nasional telah berubah dari fase sebelumnya.Faktor yang dimaksud antara lain: (a) terjadi perubahan bentuk negara dari RIS ke Negara Kesatuan; (b) berlakunya  sistem  Demokasi  Liberal atau Demokrasi  Parlementer;  (c) adanya Dekrit                Presiden yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945; dan (d) melalui perjuangan                           bangsa  Indonesia  di bidang  pendidikan maka dibentuklah Undang-undang     RI Nomor 4 tahun  1950 tentang  Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah  yang lebih dikenal dengan nama Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran  (UUPP).[4] 
Fase ketiga, dari akhir fase kedua sampai berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Makna dari Demokrasi Terpimpin itu nyatanya bergeser dari Era refomasi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sebagaimana makna sila keempat  Pancasila, menjadi dipimpin oleh Presiden/Panglima Besar Revolusi. Pada tanggal 17 Agustus  1959 Presiden Sukarno menyampaikan pidato yang diberi judul terwujudnya  Manifesto Politik.  Manifeto Politik inilah yang dijadikan  doktrin dalam era Demokrasi Terpimpin dan sekaligus sebagai  penjelasan  resmi Dekrit Presiden 5 Juli  1959. Era kehidupan  ini dikenal sebagai era  Manifesto politik (disingkat Manifol).[5]
Masa  pembangunan hingga  reformasi. Sejak 1966 Indonesia diperintah oleh                      regim Orde Baru. Peralihan dari masa Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional (Liddle, 1995:1). Fokus                  perhatian Orde Baru ditujukan pada empat tahap strategi politik. Semuanya berpenganrh langsung bagi kebijakan pendidikannasional. Pertama, penghancuran PKI beserta ideology Marxisme  dari kehidupan  politik bangsa, serta membersihkan semua lembaga dan kekuatan  sosial politik dari kader-kader PKI dan proses de-Nasakomisasi seluruh aspek kehidupan bangsa. Kedua, konsolidasi pemerintahan dan pemurnian pancasila dan UUD1945. Ketiga, menghapuskan  dualisme  dalam kepemimpinan nasional.  untuk itu diadakm  Sidang Istimewa MPRS tahun 1967 dengan hasil diangkatnya Jederal Soeharto sebagai presiden. Keempat, mengembalikan  kestabilan  politik dan  merencanakan pembangunan.Strategi ini dilakukan  dengan jalan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan ekonomi serta mengembalikan  wibawa  pemerintah  dari pusat sampai  ke desa (Soernitro, 1994:l85). Itu sebabnya  maka orde Baru ini diidentikan  dengan  masa pembangunan.


0 komentar: