a. Pengertian politik tinjauan etimologi
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani Polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi Polites yang berarti warganegara, Politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, Politika yang berarti pemerintahan negara dan Politikos yang berarti kewarganegaraan.
Politik dalam tesaurus memiliki arti (ilmu) ketatanegaraan, garis haluan, kebijakan, strategi.[2] Dalam Kamus Ilmiah Populer, politik yaitu ilmu kenegaraan/tata Negara; sebagai kata kolektif yang menunjukkan pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.
b. Pengertian politik tinjauan terminologi
Istilah politik (Politics) sering dikaitkan dengan bermacam-macam kegiatan sampai dalam sistim politik ataupun negara yang menyangkut proses penentuan tujuan sampai dalam melaksanakan tujuan tersebut. Disamping itu, juga menyangkut pengambilan keputusan (Decision Making) tentang apakah yang menjadi tujuan sistim politik yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif serta penyusunan untuk membuat skala prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu.[4]
Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State : “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.” (The science which is concerned with the state, which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions, in its essentials nature, in various forms or manifestations its development).[5]
Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.”[6]
J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika: “Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”[7]
Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy : “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).[8]
Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”[9]
W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik, tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political science is concerned with the study of power in society its nature, basis, processes, scope and results. The focus of interest of the political scientist centres on the struggle to gain or retain power, to exercise power of influence over other, or to resist that exercise).[10]
Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the making of decision by public means).[11]
David Easton dalam buku The Political System: “Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.” Menurutnya “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu. Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity that influence significantly the kind of authoritative policy adopted for a society and the way it is put into practice. We are said to be participating in political life when our activity relates in some way to the making and execution of policy for a society).[12]
Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat memengaruhi negara.” (Political science is that specialized social science that studies the nature and purpose of the state so far as it is a power organization and the nature and purpose of other unofficial power phenomena that are apt to influence the state).[13]
Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik: “Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan negara.”
Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan: “Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat lepas dari kekuasaan, sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat menampilkan laku seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi.”[14]
Wirjono Projodikoro menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik adalah penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.” Idrus Affandi mendefinisikan: “Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang hidup teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara.”[15]
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.[16]
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
Ø Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
Ø Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan Negara
Ø Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
Ø Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.[17]
Banyak versi dari pengertian politik tersebut, diantaranya :[18]
1) Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
2) Politik adalah bermacam2 kegiatan dari suatu sistem politik (negara) yg menyangkut proses menentukan tujuan2 dari sistem indonesia dan melaksanakan tujuan2 itu (Mirriam Budiharjo)
3) Politik adalah perjuangan utk memperoleh kekuasaan / teknik menjalankan kekuasaan2 / masalah2 pelaksanaan dan kontrol kekuasaan / pembentukan dan penggunaan kekuasaan (Isjware)
4) Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yg dilembagakan dalam bermacam2 badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur politik (Sri Sumantri)
5) Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (Aristoteles)
6) Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
7) Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
8) Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Melihat banyak versi pengertian politik tersebut, maka sebenarnya bisa disimpulkan secara singkat bahwa “politik adalah siasat/cara atau taktik untuk mencapai suatu tujuan tertentu”[19]
1. Pengertian Negara
a. Pengertian Negara tinjauan etimologi
Pengertian Negara dalam Tesaurus bahasa Indonesia adalah negeri, tanah, wilayah, kerajaan, kesultanan.[20] Dalam kamus ilmiah populer Negara diartikan sebagai Negara; wilayah yang memiliki kedaulatan dan pemerintah(an).[21]Negara adalah organisasi di suatu wilayah yg mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat; kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yg diorganisasi di bawah lembaga politik, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. [22]
b. Pengertian Negara tinjauan terminology
Istilah negara mulai dikenal pada masa Renaissance di Eropa dalam abad XV melalui Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Semula istilah itu digunakan untuk menyebut sebagian dari jabatan negara, kemudian diartikan juga sebagai aparat negara, dan “orang-orang yang memegang tampuk pemerintahan beserta staf-stafnya”, maupun “susunan tata pemerintahan atas suatu masyarakat di wilayah tertentu”.[23]
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.[24]
Pengertian Negara Berdasarkan Pendapat Para Ahli :[25]
§ Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
§ Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
§ Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Istilah negara di terjemahkan dari kata-kata asing yaitu “steat” (bahasa Belanda dan Jerman). “state” (Bahasa Inggris. “Etat” (bahasa Perancis). Kata “Staat, State, etat itu diambil dari kata bahasa latin yaitu “status” atau statum” yang artinya keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifata yang tegak dan tetap. Kata “status” atau “statum” lazim diartikan sebagai “standing” atau “station” (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia sebagaiman diartikan dalam istilah “Status Civitatis” atau “Status Republicae”.[26]
Sejak kata “negara” diterima secara umum sebagai pengertian yang menunjukkan organisasi teritorial sesuaut bangsa yang memiliki kedaulatan. Negara pun mengalami berbagai pemahaman tentang hakikat dirinya. Negara merupakan integrasi dari kekuasaan Politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas samapi dimana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan golongan tau asosiasi maupun oleh negara sendiri.[27]
2. Hubungan pendidikan Islam dengan politik dan Negara
Dalam analisisnya tentang pendidikan pada masa islam klasik, Abdurrasyid (1994:3) ,menyimpulkan bahwa dalam sejarah perkembangan islam, institusi politik ikut mewarnai corak pendidikan yang dikembangkan. Keterlibatan para penguasa dalam kegiatan pendidikan pada waktu itu, tidak hanya sebatas memberikan dukungan moral kepada para peserta didik, melainkan juga dalam bidang administrasi, keuangan, dan kurikulum. Oleh karena itu, menurut analisisnya, tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu konstalasi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengokohkan kekuasaan politik para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku.[28]
Kajian tentang hubungan antara politik dan pendidikan di negara-negara Barat , dimulai oleh plato dalam bukunya Republic. Walaupun utamnya membahas persoalan kenegaraan, namun Republic juga membahas hubungan antara ideology dan istitusi Negara dengan tujuan dan metode pendidikan. Perhatikan, misalnya, Kesan mendalam Allan Bloom (1987: 380) tentang Republic berikut ini.
For me[Republic] the book on education , because it really explains to me what I experrince as a man and a teacher, and I have almost always used it to point out what we should not hope for , as a teaching of moderation and resignation.
Plato mendemonstrasikan dalam bukunya itu bahwa dalam budaya Helenik, sekolah adalah salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembaga-lembaga politik. Ia menjelaskan bahwa setiap budaya mempertahankan control atas pendidikan di tangan kelompok-kelompok elite yang secara terus-menerus memegang kekuasaan politik, ekonomi, agama, dan pendidikan. Plato menggambarkan adanya hubungan dinamis antara aktivitas pendidikan dan aktivitas politik. Keduanya bagaikan dua sisi dari satu koin, tidak mungkin terpisahkan.[29]
Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe (1965:287) education and politics are inextricably linkage. Menurut keduanya (1965: 289), hubungan timbale balik antara pendidikan dan politik dapat terjadi melalui tiga aspek, yaitu pembentukan sikap kelompok(group attitudes), masalah pengangguran (unemployment), dan perananan politik kaum cendekia (the political role of the intelligentia). Kesempatan dan prestasi pendidikan pada suatu kelompok masyarakat, menurut pendapatnya, dapat mempengaruhi akses berbagai kelompok masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan pendidikan dapat dilihat pada distribusi kekuasaan politik dan ekonomi, khususnya pada sector pelayanan publik. Di negara-negara pascakolonial, kelmpok masyarakat yang mendapat privilese pendidikan lebih mampu melakukan konsolidasi kekuatan, lalu muncul menjadi kelompok perspektif Neo Marxim, yakni menurut pandangan teori Dual Labor Market Hypnothesis, seperti diyakini cain (suryadi, 2002:55) bahwa dari sisi politis mengungkapkan bahwa orang yang digolongkan produktif sehingga terjadi suatu perpindahan status (status mobility) dari kelompok populis ke kelompok eitis.[30]
Karena kuatnya kaitan antara masalah pendidikan dan politik serta aspek-aspek public lainnya, setiap kebijakan pemerintah di bidang pendidikan pada umumnya merefleksikan pandangan tentang masyarakat dan keyakinan politiknya. Dalam pendidikan tersalur kemauan-kemauan politik atau kemauan kekuasaan dalam suatu Negara atau masyarakat (tilaar,2003:143). Dari waktu ke waktu pemerintah membuat kebijakan-kebijakan pendidikan atas dasar pertimbangan-pertimbangan politik. Terbentuknya suatu kebijakan pendidikan pada dasarnya merupakan hasil dari suatu perjuangan politik dari berbagai kelompok kepentingan. Kesepakatan politik yang diperoleh adalah landasan bagi para pengambil keputusan untuk menetapkan kebijakan dalam pembangunan pendidikan. Perjuangan politik ini wujudnya adalah perjuangan untuk meyakinkan berbagai kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure groups) dalam suatu tatanan politik Negara. Maka dari itu, dalam menentukan arah kebijakan pendidikan, Negara mempunyai peranan yang sangat strategis dalam dalam proses pendidikan dan telah menjadikan pendidikan sebagai upaya untuk melestarikan status-quo kekuasaan (Riyadi, 2006:15:freire, 1997). Oleh sebab itu, pemerintah secara mutlak mengatur pendidikan (kartono, 1997:78).[31]
Dilihat dari sisi politik, kebijakan pendidikan terdiri atas 3 tingkatan berikut (suryadi, 2002:21). Pertama, pada tingkatan macro (macro level). Pendidikan nasional akan menyangkut kepentingan seluruh rakyat. Dengan demikian, suatu kebijakan harus mendapatkan persetujuan atau kesepakatan dari seluruh rakyat melalui wakil-wakilnya pada lembaga perwakilan rakyat sebelum ditetapkan menjadi kebujakan. Kedua, pada tingkatan teknis (technical level) , pelaksanaan kebijakan pendidikan harus dijabarkan menjadi strategi dan kebijakan teknis pengelolaan, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Tingkatan kebijakan teknis ini menyangkut pengembangan, penyusunan, dan penerapan model yang lebih teknis agar kebijakan pendidikan nasional dapat diwujudnyatakan. Tawar-menawar dengan berbagai kelompok yang mewakili kepentingan masyarakat atau instansi-instansi pemerintah terkait, diperlukan untuk memperoleh dukungan secara politis. Ketiga, pada tingkatan operasional (operational level),penerapan program-program pendidikan pada tingkat operasional harus merupakan pengejawantahan dari kebijakan makro dan teknis. Namun, dalam pelaksanaannya, dukungan secara politis juga diperlukan agar program-program pendidikan mendapat bantuan, dorongan, dan sekaligus tidak mendapatkan rintangan dari berbagai kelompok masyarakat yang secara lansung terpengaruh atau terkena dampak dari pelaksanaan program tersebut.[32]
Hubungan antara pendidikan dan politik bukan sekedar saling mempengaruhi, tetapi juga hubungan fungsional. Artinya, lembaga-lembaga pendidikan dan proses pendidikan yang berlangsung di dalamnya, dapat menjadi media sosialisasi politik terutama membimbing warga negara muda belajar mengambil peran dan tanggung jawab warga negara (civic responsibility)
0 komentar:
Posting Komentar