Pages

Selasa, Mei 3

RESENSI BUKU - NOVEL WAYANG


Bedah Buku Wayang, Yogyakarta, PPPPTK SB
2 Mei 2011 Memperingati Hardiknas 2011                                                    
                                                                                         
Nilai Kearifan Kisah Dunia Wayang
Oleh : Pitoyo Amrih

Peradaban Pulau Jawa.
Peradaban ini mungkin bisa kita tarik  sejak abad ke-7. Sejak tumbuhnya kerajaan Kediri,
kemudian Mataram Hindu,  Singosari, dan Majapahit. Pada saat yang  bisa dikatakan  hampir
bersama juga tumbuh peradaban di barat, di kerajaan Pajajaran, kemudian kesultanan Cirebon,
kesultanan Banten. Kemudian muncul kesultanan Demak, tumbuh keselatan, kesultanan Pajang,
berdiri kerajaan Mataram Islam, dan seterusnya sampai sekarang.

Peradaban ini tumbuh, ada pemerintahan, ada politik, kehidupan tatanan  sosial,  pertumbuhan
ekonomi, budaya, konflik sampai perang dan pertumpahan darah. Sekian lama perjalanan sejarah
itu tentunya telah menghasilkan begitu banyak nilai-nilai kehidupan, yang kemudian benyak
dituangkan dalam bentuk  prasasti, sesanti (unen-unen), bangunan fisik, patung, dan salah satu
bentuk nilai budaya itu adalah Wayang.

Definisi Wayang :
•  “wewayangan” (bayangan) – Robert von H.G Ph.D
•  Sebuah seni perlambang – Ir. Sri Mulyono
•  Kisah yang memberi pencerahan – Amrin Ra’uf 
•  Pertunjukkan kisah khas tanah Jawa – Dr. G.A.J Hazeau 

Media  kreatif  pertunjukkan  dengan peraga  menceritakan  simbol-simbol sebuah
kisah dalam rangka mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan

 
Wayang pada perspektif Pertunjukan Dengan Peraga

Dalam sejarah kita mengenal wayang beber, wayang kulit purwa, kemudian di wilayah Sunda
kita mengenal wayang golek, kemudian ada wayang tengul, wayang orang,  sampai kemudian
yang modern saat ini muncul kreasi wayang suket, wayang climen, wayang kampung  sebelah,
dan entah kreasi pertunjukan wayang apa lagi yang mungkin muncul di masa datang. 

Ini semua adalah hasil kreasi budi daya, yang juga banyak memiliki nilai kehidupan yang bisa
memberikan kepada kita banyak pembelajaran. Misalnya konsep kata ‘Wayang’ itu sendiri. Atau
falsafah  ‘kelir’  dalam pertunjukan wayang. Yang seharusnya kita gali, kita tafsirkan, kita
maknai, diskusikan sehingga menjadi bagian dari pembangunan karakter kita sendiri.


Wayang dengan pendekatan Simbol-simbol Sebuah Kisah

Sebuah pertunjukan dengan peraga butuh sebuah kisah yang juga merupakan analogi dan
personifikasi dari kehidupan yang diharapkan menjadi inspirasi nilai bagi setiap penikmatnya.
Kisah yang kebetulan popular adalah kisah Ramayana dan Mahabarata. Tapi kemudian banyak                                                                                          
orang yang menganggap bahwa kisah itu sama dengan kisah yang ada di India. Kisah Ramayana
dan Mahabarata yang dipakai dalam pertunjukan wayang adalah kisah yang sudah digubah dan
melalui proses akulturasi budaya yang begitu panjang di tanah Jawa. Jadi ketika kita membaca
kisah terjemahan asli dari India, akan terasa benar beda nuansa dan roh-nya bila kita bandingkan
dengan kisah yang dipertunjukkan dalam wayang, walaupun menggunakan nama-nama tokoh
yang sama.

Kisah inilah yang kemudian coba saya tulis kembali ketika kita merasakan bahwa sedikit sekali
naskah yang menceritaka kisah tersebut dalam akulturasi budaya Jawa. Karena kisah inilah yang
sebenarnya memuat nilai-nilai budaya  lokal  yang bisa menjadi  pondasi  bagi pembangunan
karakter bangsa.

Wayang sebagai Pengkomunikasi Nilai-nilai

Dalam hal ini saya mencoba untuk  memberi  penekanan bahwa bila kita melihat secara
keseluruhan, maka wayang sebenarnya  tidak berhenti hanya menjadi sebuah komoditi budaya,
baik dalam bentuk pertunjukkan, maupun dalam perspektif kisah yang dipakai. Ada hal yang
juga penting ketika kita melihat bahwa wayang pada hakekatnya adalah sebuah media untuk
mengkomunikasikan nilai-nilai budaya kita sendiri yang sudah ada begitu lama.

Nilai-nilai yang tertuang dalam ungkapan,  tembang, perlambang, nasehat kearifan, kata-kata,
dialog dalam kisah Dunia Wayang, yang menjadi tugas kita semua untuk terus  mencari,
menggali, mengumpulkan, membuat  tafsir terhadapnya, merenungi, memaknainya, dan setiap
kebaikan yang ada padanya, coba kita jadikan menjadi bagian dari kehidupan kita. Karena dari
situlah karakter bangsa berawal 


2 Mei 2011
Pitoyo Amrih
http://NovelWayang.pitoyo.com
http://profil.pitoyo.com

0 komentar: