Stratifikasi sosial (social stratification) berasal dari bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.[1]
Stratifikasi sosial berasal dari kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat manusia pada umumnya. Menurut Petirim A. Sorokin, bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Selanjutnya Sorokin menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah karena tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial.[2]
Stratifikasi sosial juga dapat dikatakan sebagai tatanan vertikal berbagai lapisan sosial berdasarkan tinggi rendahnya kedudukan. Dan gambaran stratifikasi sosial itu dapat juga disebut “tangga masyarakat” yang tiap-tiap anak tangganya dari atas ke bawah menampung kategori orang yang mempunyai status sosial yang setingkat.[3]
2.1.1 Latarbelakang Terjadinya Stratifikasi Sosial
Secara sederhana terjadinya stratifikasi sosial karena ada sesuatu yang dibanggakan oleh setiap orang atau kelompok orang dalam kehidupan masyarakat.[4]
Adanya stratifikasi sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat. Hal ini didasarkan pada kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat atau adat istiadat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu atau warisan. Dan ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Hal ini berhubungan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti Pemeritahan, partai politik, anggatan bersenjata dan lain-lain.[5]
Stratifikasi sosial yang terjadi dengan sengaja untuk menggapai tujuan bersama telah dijelaskan oleh Chester F. Barnard dalam karangannya yang berjudul The Function of Status System. Bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya sistem kedudukan dalam organisasi-organisasi formal adalah karena perbedaan-perbedaan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan individu. Dan sistem pembagian kekuasaan dan wewenang dalam organisasi-organisasi dibedakan dalam:[6]
1. Sistem fungsional yang merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya bedampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2. Sistem skalar yang merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga kedudukan dari bawah ke atas.
Namun dalam masyarakat modern sekarang ini, perbedaan strata yang terbentuk dan berkembang umumnya tidak lagi atas dasar hal-hal yang bersifat kodrati. Akan tetapi, determinan stratifikasi sosial menjadi semakin kompleks dan tidak lagi bersifat given. Secara umum, determinan yang menurut para ahli banyak berpengaruh dalam pembentukan stratifikasi sosial di masyarakat yang makin modern adalah: dimensi ekonomi, sosial (status sosial) dan politik (penguasa dan yang dikuasai).[7]
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa ciri umum tentang faktor-faktor yang menentukan adanya stratifikasi sosial, yaitu antara lain:[8]
1. Pemilikan atas kekayaan yang bernilai ekonomis dalam berbagai bentuk dan ukuran, artinya strata dalam kehidupan masyarakat dapat dilihat dari nilai kekayaan seseorang dalam masyarakat.
2. Status atas dasar fungsi dalam pekerjaan, misalnya sebagai Dokter, Dosen, Guru Besar dan lain-lain.
3. Kesalehan seseorang dalam beragama, jika seseorang sungguh-sungguh penuh dengan ketulusan dalam menjalankan agamanya, maka status seseorang tadi akan dipandang lebih tinggi oleh masyarakat.
4. Status atas dasar keturunan, artinya keturunan dari orang yang dianggap terhormat (ningrat) merupakan ciri seseorang yang memiliki status tinggi dalam masyarakat.
5. Latar belakang rasial atau lamanya seseorang atau sekelompok orang tinggal pada suatu tempat.
6. Status atas dasar jenis kelamin dan umur seseorang. Pada umumnya seseorang yang lebih tua umurnya lebih dihormati dan dipandang tinggi statusnya dalam masyarakat.
2.1.2 Sifat Sistem Stratifikasi Sosial
Sifat sistem stratifikasi sosial di dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi dua sifat yaitu bersifat tertutup dan terbuka.
Sistem stratifikasi sosial yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu strata ke strata yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Di dalam sistem ini satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan/strata dalam masyarakat adalah kelahiran.[9]
Sistem stratifikasi sosial yang bersifat tertutup dapat dilihat dengen jelas dalam masyarakat India yang berkasta, dalam batas-batas tertentu pada masyarakat Bali, juga dapat dijumpai di Amerika Serikat di mana terdapat pemisahan antara golongan kulit putih dan golongan kulit berwarna khususnya Negro yang dikenal dengan istilah segregation atau sistem apartheid di Afrika Selatan.[10]
Secara umum, sistem stratifikasi sosial yang bersifat tertutup memiliki ciri yaitu sebagai berikut:[11]
1. Status ditentukan atas dasar keturunan
0 komentar:
Posting Komentar