Prosesi mahanyari banih (memakan pertama buah padi) merupakan tradisi yang sudah ada sejak jaman nenek moyang dulu dan sampai sekarang masih dilakukan oleh para petani yang berada di daerah pedesaan, terutama mereka yang berladang berpindah-pindah.
Ada keunikan yang perlu dicermati ketika prosesi mahanyari banih ini, dan banyak nilai filosofisnya yang terdapat dalam prosesi adat ini.
Sejak padi ditanam dengan menggunakan asak (Tongkat dari kayu yang ujungnya tajam seperti tombak) dihunjamkan ketanah, kemudian proses mamanih (mengisi lobang itu dengan padi) terdiri dari tiga sampai lima butir dan ini disebut dengan istilah manugal, sampai butir-butir padi itu tumbuh dan terus mengeluarkan butiran-butiran padi baru, semangat para petani akan bertambah kuat dan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dan sampai tiba saat ketika padi-padi itu menguning dan siap untuk dipanen, bertambah meluap lagi kebahagiaan itu.
Padi yang menguningpun dipanen dengan menggunakan alat panen yang disebut ranggaman (terbuat dari kayu pulantan dan dipasang pisau silet/besi yang tajam), dan setelah cukup hasil panen itu, padi tersebut dibersihkan dengan cara memisahkan antara daun, gayang, yang tidak berisi dan sampai yang tertinggal yang berisi saja. Setelah itu padi yang bersih itu digiling dan menjadi beras untuk siap dimasak.
Ketika proses mahanyari akan dilaksanakan, semua barang yang pernah dan digunakan sejak menggarap ladang sampai selesai dikumpulkan dalam satu tempat yang disebut Nyiru (semacam pan), seperti parang, tajak, cangkul, kapak, tirak, batu asahan, ranggaman, pisau arit, dll), dan didalamnya diletakan nasi yang dikepal beserta ikan asin. Hal ini dimaksudkan semua barang dan peralatan itu juga ikut merasakan hasilnya.
Beras yang sudah dimasak dan menjadi nasi siap disajikan untuk diadakan prosesi syukuran, juga sayur-sayur yang dimasakpun disajikan. Semua sayuran yang ditanam diladang harus diikutkan dimasak jangan sampai ketinggalan. Diundang warga yang berada disekitar ladang tersebut, kaum laki-laki yang bertugas untuk mengundangnya warga, padahal letak antara ladang yang satu dengan yang lainnya cukup jauh dan para wanita bertugas memasak makanan tersebut. Ketika sudah terkumpul undangan, yang dianggap tertua didaulat untuk membacakan do’a selamat atas berhasilnya kegiatan berladang itu. Dan setelah selesai dibacakan do’a, maka semua yang hadir menikmati sajian yang disediakan dengan lahapnya, maklum kegiatan ini jarang sekali dilaksanakan dan biasanya dilaksanakan bergantian antara petani yang satu dengan yang lainnya.
Ada yang unik dalam kegiatan ini, antara lain ketika nasi yang sudah masak dikepal (digenggam seisi tangan) dibuat empat biji dan diletakan di empat tempat, yang pertama diletakan disebuah nyiru bersama peralatan berladang, ini dimaksudkan agar semua peralatan dan barang untuk berladang ikut merasakan syukur, yang kedua diletakan diatas atap pondok, diharapkan ketika orang yang memakan nasi yang berada di atas atap akan selalu menjadi orang yang mulia dan terhormat; yang ketiga, diletakan diatas tunggul pondok, diharapkan orang yang memakan nasi ini akan menjadi kuat seperti pondok atau rumah; yang keempat, diletakan diatas tunggul bekas pohon yang ditebang yang berada ditengah ladang, hal ini dimaksudkan agar orang yang makan nasi ini akan kuat, tahan banting dan selalu kokoh dalam cita-citanya.
Mari kita lestasikan tradisi yang positif dan bernilai filosofis ini, guna generasi dan anak cucu kita di masa-masa mendatang. Dan berharap, agar tanah-tanah yang ada yang kita miliki kita manfaatkan untuk kepentingan keluarga dan masyarakat, berkebun dan bertani menanam padi dan berkebun sayur mayur guna keperluan hidup sehari-hari. Jika semua tanah terjual kepada orang-orang kaya, yang digunakan untuk perkebunan yang besar tunggu saatnya kita akan terjajah dan menjadi budak (buruh) di negeri sendiri. Wallahu a’lam bish shawab.
Latis Modular Dan Sifat-sifatnya.
11 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar