Banyak orang di Indonesia, termasuk orang yang mengaku pakar atau memang betul-betul pakar mengatakan tentang adanya korupsi sistemik di Indonesia. Tetapi sayangnya hanya sedikit orang yang memahami apa yang sedang dibicarakannya. Untuk sedikit memahami frasa korupsi sistemik, yang memang belum dikenal dalam sistem hukum kita, ada baiknya kita belajar dari definisi systemic corruption yang diberikan oleh U4 sebagai berikut:
endemic or systemic corruption occurs when corruption is an integrated and essential aspect of the economic, social and political system. Systemic corruption is not a special category of corrupt practice, but rather a situation in which the major institutions and processes of the state are routinely dominated and used by corrupt individuals and groups, and in which most people have no alternatives to dealing with corrupt officials
Menurut google translate, maka definisi di atas kira-kira dapat diartikan sebagai berikut (dengan sedikit perbaikan gaya bahasa):
korupsi endemik atau sistemik terjadi ketika korupsi merupakan aspek terintegrasi dan penting dalam sistem ekonomi, sosial dan politik. Korupsi sistemik bukan merupakan suatu kategori khusus dari praktek korup, melainkan suatu situasi di mana pada institusi-institusi utama dan proses ketatanegaraan, secara rutin didominasi dan digunakan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok yang korup, sehingga hampir semua orang (rakyat) tidak punya alternatif lain kecuali berurusan dengan pejabat korup
Secara sederhana, makan akan kita temukan beberapa kata kunci yang penting yang menjadi ciri dan karakteristik sebuah korupsi sistemik yaitu:
- korupsi telah terintegrasi dalam sistem ekonomi, sosial dan politik
- suatu situasi
- institusi-institusi utama dan proses ketatanegaraan
- secara rutin didominasi dan digunakan
- individu-individu dan kelompok-kelompok yang korup
- hampir semua orang (rakyat) tidak punya alternatif
- kecuali berurusan dengan pejabat korup
Seorang yang mempunyai wawasan terbatas seperti saya, tentu akan dengan mudah mengidentifikasi bahwa saya sebagi rakyat memang tidak memiliki pilihan lagi dalam menjalani kehidupan pribadi dan kehidupan sosial saya, kecuali berurusan dan terpaksa tunduk dengan sebuah sistem yang korup. Sangat sedikit, jika tidak bisa dikatakan tiada lagi, pilihan yang tersisa bagi kita untuk berurusan dengan pihak-pihak yang memiliki integritas, karena hampir semuanya korup. Pesimistis?
Tidak juga. Faktanya memang demikian. Sebagai contoh, saya pernah mengurus pembuatan KTP saya, dan ternyata tidak ada pilihan bagi saya untuk mencari kelurahan lain yang bisa menerbitkan KTP saya tanpa saya perlu mengeluarkan atau diminta ‘uang administrasi’ atau ‘uang lelah’. Saat mengurus kehilangan kendaraan kemudian mengurus asuransi kendaraan yang hilang itu, saya tidak punya pilihan lain selain meminta surat-surat yang dalam pengurusannya, saya harus mengeluarkan sejumlah uang. Jika saya ngotot untuk tidak memberikan, maka resikonya, surat-surat tersebut akan menjadi sangat lama, dan lama, dan lamaaaa untuk diterbitkan. Dan pun jika ingin komplain, itu juga mesti menyiapkan biaya operasional-nya. Tak ada pilihan lain, semuanya korup. Rakyat seperti kita dipaksa untuk menjadi pribadi yang korup. Kitapun, atas nama istilah ‘terpaksa’ kemudian mengajarkan dan mendidik anak-anak, handai taulan, saudara, adik, dan bahkan cucu untuk bertindak pintar-pintar a.k.a korup. Sedih dan miris, manakala kita mendapati, seluruh bangsa ini di mas depan menjadi sebuah bangsa yang tidak memiliki integritas, menjadi bangsa bermental maling…. .
Pernahkah anda berusan dengan seseorang, sekelompok orang atau organisasi tertentu, dimana anda tidak mempunyai pilihan lain selain menjadikan diri anda seseorang bermental korup, seorang penyuap… seseorang yang akan dilaknat oleh Tuhan karena perbuatan suap tersebut?
0 komentar:
Posting Komentar