BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota Malang merupakan kota terbesar ke dua di Jawa Timur dengan luas wilayah 124 km² dan jumlah penduduk 768.000 jiwa (2003). Kota Malang terletak di tengah wilayah pegunungan di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Kota Malang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten kota Malang yang mengitarinya. Letak geografi kota Malang berada pada posisi koordinat 112,34o09-11,41o34 BT 7,54o52,22-8,03o05,11 LS. Kota Malang terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu Sukun, Klojen, Blimbing, Kedungwaru, dan Lowokwaru.
Kota Malang memiliki kondisi alam yang indah, iklim yang sejuk, dan fasilitas pariwisata yang memadai untuk tempat berlibur. Pada tahun 2007 kota Malang mendapat penghargaan Kalpataru (kota bersih) di Indonesia. Namun demikian, masalah sampah di kota Malang masih merupakan masalah yang serius. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan sampah membuat masalah sampah tak kunjung dapat terselesaikan. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya sampah yang ditampung di tempat penampungan sampah tanpa adanya pengolahan dan daur ulang. Apabila hal ini terus berlanjut, maka akan ada timbunan sampah yang menggunung dan bisa saja terjadi longsor yang membahayakan daerah sekitar.
Pemulung di mata masyarakat memiliki konotasi negatif karena selain mereka mencari barang-barang rongsokan yang ada di tempat sampah mereka juga katanya sering mengambil barang-barang dari masyarakat yang seharusnya belum mereka buang yang kebetulan mereka taruh di belakang rumah atau di tempat yang keliatannya barang tersebut sudah tidak dipakai.malahan salah satu warga di desa saya pernah mengaku kehilangan sepeda gayung yang sudah jarang dipakai yang mereka taruh dibelakang rumah mereka.
Apa se-negatif itukah citra dari seorang pemulung? mungkin pernyataan itu ada benarnya,tapi pernahkah kita melihat sisi positif dari seorang pemulung? pernahkan kita menyadari betapa besar jasa seorang pemulung? khususnya pemulung sampah plastik. Mungkin kita yang hidup di kota yang sudah terbiasa dengan budaya uang (segala sesuatu dibayar dengan uang) tidak pernah membayangkan hal tersebut. Kita tinggal taruh satu keranjang sampah di depan rumah,dan petugas sampah tiap pagi datang mengambil sampah tersebut,dan setiap bulan kita tinggal bayar uang jasa untuk mereka.Tapi untuk kita yang hidup di desa, kadang sampah sisa produksi dari rumah tangga tersebut dibuang begitu saja di “teba” (pekarangan rumah bagian belakang.red) tak perduli itu sampah yang bisa membusuk atau sampah yang tidak bisa diuraikan oleh bakteri pengurai,seperti sampah plastik.
Kalo kita perhatikan, pemulung pada dasarnya hanya mencari barang-barang yang bisa mereka jual kembali, seperti sampah plastik,besi-besi tua,ataupun bahan-bahan yang terbuat dari karet.Tidak mungkin kan mereka mulung sisa-sisa makanan untuk mereka jual kembali? Secara tidak langsung para pemulung sudah ikut berpartisipasi dalam upaya penyelamatan lingkungan,meskipun mereka tidak pernah menyadari akan hal itu, bahkan mereka merasa hanya sebagai orang yang terpinggirkan.
Dari usaha para pemulung untuk mengais rejeki dari mengorek-orek sampah khususnya sampah plastik tersebut mereka sudah menyumbangkan beberapa persen kehidupannya untuk menyelamatkan bumi ini dari ancaman kerusakan alam yang salah satunya disebabkan oleh semakin banyaknya sampah plastik yang tidak bisa terurai dengan tanah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab orang melakukan tindakan pemulung sebagai profesi?
2. Berapa penghasilan yang didapat setiap harinya?
3. Bagaimana upaya mengatasi para pemulung?
C. Tujuan Observasi
1. Dapat mengetahui penyebab orang melakukan tindakan pemulung sebagai profesi.
2. Dapat mengetahui penghasilan yang didapat setiap harinya.
3. Dapat mengetahui upaya mengatasi para pemulung.
BAB II
REVIEW TEORI TENTANG INTERAKSI, PROSES, KELOMPOK SOSIAL
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencangkup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat yang lebih baik. Ada beberapa definisi yang mendukung pengertian ini antara lain:
Ø Gertrude Wilson berpendapat :
“ social welfare is an organized concern of all people for all people” [1](kesejahteraan sosial merupakan perhatian yang terorganisir dari semua orang untuk semua orang).
Ø Walter Friedlander berpendapat :
Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu indivu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan.
Ø Elizabeth Wickenden berpendapat :
Kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya adalah peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketenteraman dalam masyarakat.
Dari definisi di atas sekurang –kurangnya dapat ditangkap pengertian bahwa kesejahteraan sosial mencangkup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi ataupun kehidupan spiritual.
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi (keadaan) dapat terlihat dari rumusan Undang – undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1:
“ kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik – baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak – hak asasi serta kewajiban manusia sebagai pancasila.”
Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi masih dapat dikatakan sebagai profesi yang baru muncul pada awal abad ke- 20, meskipun demikian ia mempunyai akar sejak timbulnya revolusi industry. Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerjaan sosial lebih berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek.
Pengertian pekerjaan sosial menurut berbagai ahli :
Ø Menurut Robert W. Robert dan Robert H Nee.
Pekerjaan sosial merupakan profesi yang baru muncul pada abad ke- 20. Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesilisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerjaan sosial berkembang dari berbagai spesialisasi pada lapangan praktek yang berbeda.
Ø Menurut Thelma Lee Mendoza.
Pekerjaan sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya; dan individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi (kondisi) sosialnya. Pandangan ini mengacu pada konsep “fungsi sosial” yang terkait dengan kinerja dari berbagai peranan sosial yang ada dalam masyarakat. misalnyanya saja, peranan seseorang sebagai pemimpin, pegawai, ayah, suami, warga masyarakat, dan lain sebaginya.
Dari pandangan ini, permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai dengan tututan lingkungannya. Oleh karena itu usaha – usaha untuk memberikan pelayanan sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Faktor – faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya :
ü Ketidakmampuan individu atau kadangkala patologi yang membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan lingkungannya.
ü Ketidakmampuan situasional (lingkungan) dan kondisi lainnyayang berada di bawah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri.
ü Ketidak mampuan atau kelengkapan dari kedua faktor personal da situasional.
Untuk mengatasi masalah – masalah dalam fungsi sosial maka intervensi yang dapat dilakukan adalah[2] :
§ Intervensi yang utama dilakukan melalui individu, dimana melibatkan kegiatan – kegiatan yang ditujukan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan situasi realitanya (seperti melalui perubahan sikap dan mengajarkan keterampilan pada orang tersebut).
§ Intervensi yang utama dilakukan melalui situasi lingkungannya, dimana meliputi kegiatan – kegiatan yang ditujukan pada permodifikasian sifat – sifat dasar realita itu sendiri agar dapat masuk ke dalam rentangan kemampuan berfungsi orang tersebut seprti melalui pencegahan penyebab imbulnya stress, melalui penyediaan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan.
§ Intervensi yang dilakukan melalui individu dan juga melalui situasi lingkungannya.
Dalam kaitan dengan cirri (karakteristik) profesi pekerjaan sosial, ada beberapa
Ø Pada intinya pekerjaan sosial merupakan kegiatan pemberianbantuan.
Ø Sosial dalam pekerjaan sosial mempunyai makna bahwa kegiatan pekerjaan sosial adalah kegiatan yang nirlaba, dalam artian bahwa profesi ini lebih mementingkan servis (dalam arti yang luas) dibandingkan sekedar mencari keuntungan saja.
Ø Kegiatan perantara agar warga masyarakat dapat memanfaatkan semua sumber daya yang terdapat dalam masyarakat.
Pengakuan kewenangan praktek pekerjaan sosial.
1. Bersumber dari pemerintah.
2. Bersumber dari profesi
3. Bersumber dari lembaga kesejahteraan sosial.
4. Bersumber dari klien.
Filsafat Pekerjaan Sosial.
Filsafat pekerjaan sosial biasanya bersumber dari masyarakatnya, karena pekerjaan sosial salah satunya didasarkan pada keyakinan bahwa manusia mempunyai “sesuatu yang berharga” dan “harga diri”.
a. Teori demokrasi bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mengemukakan pandangannya, menganalisis dan menentukan pilihan.
b. Harga diri merupakan unsure penting dalam kehidupan manusia.
Nilai – nilai Pekerjaan Sosial.
1. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhanya sendiri.
2. Setiap manusia, sebagai anggota masyarakat mempunyai kewajiban untuk mencari jalan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yang menunjang kepentingan bersama / tujuan bersama.
3. Masyarakat mempunyai kewajiban untuk menunjang pemenuhan kebutuhan individu dan berhak untuk mengembangkannya melalui partisipasi ataupun kontribusi warga masyarakatnya.
4. Setiap orang memerlukan perkembangannya yang harmonis dari kekuatan dan kesempatan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dasar secara fisik, psikis, ekonomi, kebudayaan, keindahan, dan spiritual.
5. Dengan semakin kompleksnya masyarakat, maka diperlukan organisasi sosial yang terspesialisasi guna mendukung usaha individu untuk “ merealisasikan diri”
6. Mmungkinkan realisasi diri dan kontribusi pada masyarakat yang dilakukan oleh individu, organisasi sosial harus memungkinkan pemenuhan kebutuhan yang dimungkinkan untuk memenuhi kesejahteraan.
Prinsip Pekerjaan Sosial[4].
1. Penerimaan (Acceptance)
Prinsip ini mengemukakan tentang seorang pekerja sosial menerima klien tanpa “menghakimi” klien tersebut terlebih dahulu , kemampuan pekerja sosial untuk menerima klien dengan sewajarnya akan banyak membantu perkembangan relasi antara pekerja sosial dengan kliennya. Dengan adanya sikap acceptance (menerima keadaan klien apa adanya) maka klien akan dapat mengungkapkan berbagai macam perasaan dan permasalahan yang mengganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini maka relasi antara pekerjaan sosial dengan klien dapat dikembangkan dengan baik.
2. Komunikasi (communication)
Prinsip komunikasi ini erat dengan kemampuan pekerja sosial untuk menangkap informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien, baik dalam bentuk komunikasi yang verbal, yang diungkapkan klien atupun system klien maupun bentuk komunikasi nonverbal, seperti cara duduk klien dan lain-lain
Hal ini perlu diperhatikan oleh seorang pekerja sosial adalah menyadari ekspektasi (harapan) dari klien, sehingga komunikasi antara klien tetap terjaga.
3. Individualisasi
Setiap individu menganggap berbeda satu dengan yang lainnya sehingga seorang pekerja sosial haruslah menyesuaikan cara memberi bantuan pada setiap kliennya, guna mendapatkan hasil yang diinginkan.
4. Partisipasi
Seorang pekerja sosial harus mengajak kliennya untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi permasalahan yang dihadapinya, sehingga klien atau system klien juga mempunyai rasa tanggungjawab terhadap keberhasilan proses pemberian hasil tersebut. Karena tanpa ada kerja sama dan peran serta dari klien maka upaya pemberian bantuan sulit untuk mendapatkan hasil yang optimal.
5. Kerahasiaan
Prinsip ini akan memungkinkan klien ataupun system klien mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan dan permasalahan yang ia hadapi dengan rasa aman karena ia yakin bahwa apa yang ia utarakan dalam hubungan kerja sama dengan pekerja sosial akan tetap dijaga rahasianya oleh pekerja sosial agar tidak diketahui oleh orang lain.
6. Kesadaran diri pekerja sosial
Menuntut pekerja sosial untuk bersikap professional dalam menjalin relasi dengan kliennya, pekerja disini harus tetap rasional, tetapi mampu menyelami perasaan kliennya secara obyektif, dengan kata lain pekerja sosial haruslah menerapkan sikap empati dalam menjalin relasi dengan kliennya.
Pengertian Pemulung
Pemulung adalah sekelompok orang yang bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tengah di bongkar, sebagian Pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah. Ada juga yang mengatakan Pemulung adalah kelompok sosial yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap berguna dari sampah, baik yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maupun diluar TPA[5].
Adapun jenis barang bekas yang diambil pemulung adalah sebagai berikut:
Ø Besi bekas
Ø Botol plastik
Ø karung plastik
Ø Kardus
Ø Kertas
Ø Botol kaca
Ø Kaleng
Ø Aluminium
Ø Karet
Ø Kayu
Karakteristik Pemulung[6].
Para Pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tenah di bongkar, sebagian Pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah. Barang bekas yang telah berkumpul kemudian dipisah-pisahkan menurut jenisnya, sebelum akhirnya dijual kepada pedagang barang bekas atau lapak. Lapak atau penampung adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa jenis, atau satu jenis barang bekas dari Pemulung. Jasa lapak selain sebagai pembeli tetap adalah ia menanggung sarana transportasi untuk mengambil barang bekas dari pemukiman liar, sehingga para Pemulung tang menjadi anak buahnya tidak perlu menanggung ongkos angkutan.
Para pedagang atau lapak selanjutnya menjual barang bekas ke industri atau pabrik yang menggunakan bahan baku produksinya dari barang bekas secara langsung maupun melalui pihak perantara (agen atau supplier) memilah barang sebanyak-banyaknya tentunya dengan alat bantu yang berupa:
a. Gerobak/roda dua
Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais barang yang berguna, sehingga dengan memakai Gerobak/roda dua Pemulung dapat mencari barang sebanyak-banyaknya.
b. Karung
Biasanya alat ini dipakai supaya lebih praktis, karena dengan memakai karung bias masuk ke gang-gang sempit. Dan kebanyakan yang memakai dengan alat karung mayoritas anak-anak kecil. Kekurangan dengan memakai alat ini (karung) hasil dari pilahannya sangat minim.
Cobalah tengok sejenak perjuangan seorang pemulung yang tak kenal lelah mengumpulkan puing-puing rupiah dari tong-tong sampah dan tempat-tempat kumuh. Mereka bergerak ketika semburat merah matahari pecah di ufuk timur hingga semburat jingga matahari tampak temaram di ufuk barat. Melalui barang-barang bekas yang memberat di punggung, para pemulung kembali ke markas. Lantas, mereka memilah-milah dan mengumpulkan serpihan-serpihan sampah sesuai dengan jenisnya, untuk selanjutnya dijual kepada para penadah.
Untuk mendapatkan rupiah, seorang pemulung mesti melewati beberapa fase perjuangan yang tidak ringan. Mereka mesti menghadapi stigma yang sudah lama ditimpakan oleh para petugas Tibum. Mereka telah dicitrakan sebagai sampah yang mesti disingkirkan. Berkali-kali, mereka harus berhadapan dengan barikade petugas Tibum yang telah diindoktrinasi lewat dogma-dogma ketertiban umum yang menyesatkan. Penggarukan, penggusuran, atau pemaksaan kehendak, sudah merupakan hal yang biasa mereka lakukan kepada orang-orang yang dianggap menyandang masalah sosial. Dengan beban keranjang dan senjata ”pulung” di tangan, para pemulung sering diangkut dengan cara paksa di atas mobil bak terbuka, seperti layaknya kerumunan babi yang barusan jadi korban jagal. Di markas petugas, mereka tak jarang ”diteror” dengan cara-cara fasis. Hujatan, sumpah serapah, dan sikap-sikap tak ramah lainnya seringkali dipertontonkan oleh bapak-bapak petugas yang tengah mempraktikkan kekonyolan-kekonyolan.
Marah-marah tanpa memiliki kesanggupan untuk mencarikan solusi mata pencaharian yang lebih baik. Tak hanya itu para pemulung juga harus menghadapi konstruksi sosial dan kultur masyarakat yang telah dihinggapi doktrin-doktrin materialisme dan hedonisme. Para pemulung sering dicitrakan sebagai “orang jahat” alias maling yang pantas dicurigai. Di jalan-jalan dan gang masuk kampung, misalnya, seringkali terpampang tulisan dengan huruf yang sangat mencolok: “PEMULUNG DILARANG MASUK!” dan sejenisnya. Dalam pemahaman awam saya, tulisan semacam itu tak lebih dari sebuah “pembiadaban” berdasarkan cara pandang pemikiran yang sempit dan nihil dari sentuhan nilai kemanusiaan. Mungkin ada beberapa pemulung yang “tersesat” sehingga punya keinginan untuk memiliki sesuatu yang tiba-tiba saja menggoda nafsu dan selera rendahnya. Namun, hal-hal yang bersifat kausistik semacam itu tak bisa dijadikan sebagai sebuah premis bahwa pemulung identik dengan maling.
Jadi pemulung bukanlah harapan dan cita-cita. Tak seorang pun yang menginginkan predikat semacam itu melekat pada dirinya. Namun, situasi kemiskinan struktural yang sudah demikian menggurita di negeri ini, disadari atau tidak, telah melahirkan terciptanya pemulung sebagai mata pencaharian baru. Jangan salahkan mereka jika kehadirannya terpaksa mengganggu kenyamanan pandangan mata para pemuja gaya hidup materialistis dan hedonis.
BAB III
LAPORAN OBSERVASI
1. Setting lingkungan sosial
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang terltak di Supiturang kelurahan Mulyorejo kecamatan sukun Kota Malang dari sini sekitar sejauh 8 kilometer lebih atau menempuh waktu sekitar 20 menit arah Mulyorejo, dari perempatan pom bensin Sukun belok kanan. Di sana banyak sekali anjing – anjing kampung yang berkeliaran serta tumpukan sampah yang bau.
2. Permasalahan Sosial yang terjadi.
Istilah pemulung bagi sebagian besar masyarakat kita selalu dikesankan dengan ”kotor, bau, miskin, rawan penyakit dll” Tapi memang demikianlah realitas yang ada di pikiran masyarakat kita. Masalah yang terjadi mengenai bagaimana sampah-sampah yang dikumpulkan dari beberapa titik di kota Malang tersebut diolah, berapa jumlah sampah yang datang tiap harinya dan bagaimana dampaknya bagi lingkungan sekitar TPA tersebut.
Ada sebuah gubuk reyot diantara sampah yang berserakan. Hiduplah seorang ibu dan putrinya yang baru berusia sekitar 6-7 tahun. Nama anak itu Aisha di gubuk reyot tersebut saya kira rumah mereka dan ternyata dugaan saya salah besar terdapat sebuah sepeda motor milik ibu pemulung tadi disembunyikan. Tak berapa lama kemudian muncul bunyi ringtone sebuah HP yang ternyata membuat saya cukup kaget dan tentunya sedikit tersenyum, zaman makin canggih aja. Kalau dulu bunyi HP cuma ada di perkantoran, sekarang di TPA juga ada yang make HP. Ini juga salah bukti kebesaran dan kasih sayang Allah SWT kepada makhlukNya, zaman sekarang siapapun berhak menggunakan HP apapun status kelas sosialnya. Jadi jangan meremehkan orang dari penampilan saja.
Dari informasi yang saya dapat di lokasi TPA Urang Supit terdapat sekitar 302 pemulung dari berbagai wilayah, tidak hanya dari area Malang tapi juga masyarakat dari Kediri dan Pasuruan. Setiap pemulung di TPA Urang Supit memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota) sebagai bukti resmi keanggotaan pemulung di TPA Urang Supit. Bahkan kata bapak Pandri salah satu pemulung disana, paguyuban pemulung ini sudah tertata rapi keorganisasiannya, punya Ketua dan Sekjen segala.
Sampah yang datang di TPA ini sangat beraneka ragam, mulai dari sampah logam, plastic, kertas dan sampah organic. Sampah yang dipunguti oleh para pemulung ini hanya sampah logam, kertas dan plastic yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi untuk dijual ke penampung yang akan mengirimkan ke pabrik daur ulang. Sampah plastic yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi adalah bekas botol atau gelas minuman mineral sejenis Aqua dengan nilai jual sekitar Rp. 2000/kg. Salah satu pemulung menuturkan pendapatan sehari per pemulung berkisar antara Rp. 20.000,00 – Rp.40.000,00. Pendapatan yang lumayan kalau menurut saya, pantas saja bisa punya sepeda motor dan HP.
Sedangkan sampah organic dibiarkan begitu saja membusuk sampai menjadi kompos. Dampaknya bagi lingkungan sekitar nampaknya cukup terasa rusaknya, meski ini perlu dibuktikan oleh para peneliti lingkungan. Meski demikian di TPA Urang Supit terdapat tiga kolam bertingkat untuk menampung limbah cair sebelum dibuang ke sungai, Disini kalau saya simpulkan pengelolaan sampah yang di TPA Urang Supit mengandalkan peran pemulung yang secara langsung melakukan pemilahan sampah berdasarkan nilai ekonomisnya.
Dengan demikian Pemkot Kota Malang tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk mengelola sampah yang jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan ton tiap minggunya. Kehidupan para pemulung disana setiap hari bekerja dengan memunguti sampah membuat mudah terserang penyakit, namun para pemulung membantah, karena menurut mereka pekerjaannya tidak memberikan dampak merugikan bagi mereka dalam hal penyakit. Itu kalau penyakit sejenis TBC, pes, sesak nafas dsb, tapi kalau penyakit kulit mungkin ada.
Bagi mereka dengan beraktivitas yang luar biasa berat tersebut, menjadikan tubuh mereka makin sehat dan cukup resisten terhadap penyakit. Jadi maksudnya kayak ikut fitness tiap hari, jadi daya tahan tubuhnya kuat, itu masuk akal juga. Ibu dan anaknya Aisha yang juga salah satu pemulung menuturkan bahwa pekerjaan memunguti sampah ini sudah sangat lama dilakukan dan menjadi mata pencaharian utama. Mayoritas mereka menyatakan tidak begitu perduli dengan anggapan masyarakat mengenai pekerjaan mereka. Mungkin para pemulung tersebut berprinsip asalkan hasilnya halal, meski harus memungut sampah maka tidak menjadi masalah. Beda banget dengan para koruptor negara ini yang mengais uang rakyat dengan cara yang tidak halal.
Mendengar kata ‘rongsok’ kita dapat menyimpulkan dengan barang bekas yang sudah dibuang dan tidak dapat dimanfaatkan lagi, namun bagi pemulung dan pengusaha barang rongsok, rongsokan dapat menjadi sebuah penghasilan yang dapat diperjualbelikan dan menjanjikan. Dan juga dapat mencukupi biaya hidup untuk sehari – seharinya. Seorang pemulung mencari rongsok untuk dijual pada pengusaha yang membeli barang-barang rongsok tersebut, kemudian dijual lagi ke pabrik atau lapak-lapak yang lebih besar, namun tidak semua rongsok dapat dijual dan didaurulang lagi. Rongsok tersebut seperti: besi, logam (almunium, kuningan, tembaga, kuali, tebel, dan babet), seng, kertas (bekas kerdus, buku-buku bekas), plastik (plastik kresek hitam, bekas tempat air mineral, paralon). Barang-barang rongsok yang dipilih, harus dikumpulkan dengan sesama jenisnya, seperti tembaga dengan tembaga. Tembaga pun dibagi menjadi bermacam-macam jenisnya seperti Tembaga Merah (TM), Tembaga Bakar (TB) dan Tembaga Dinamo. Biasanya Tembaga Merah berasal dari kabel-kabel besar yang sudah dikupas, namun terkadanag kabel-kabel kecil harus dibakar terlebih dahulu, karena bentuknya yang kecil sehingga susah dikupas, sedangkan kabel-kabel ini setelah dibakar akan menjadi jenis Tembaga Bakar (TB) dan Tembaga Dinamo, biasanya dari bekas AC. Alumunium pun terbagi menjadi beberapa jenis seperti almunium siku, plat, panci, tuis (dari kabel), obset, rongsok (bekas kaleng minuman ringan), kuningan dan stainless.
Sampah dari berbagai sumber dapat mencemari lingkungan, baik lingkungan darat, udara maupun perairan. Pencemaran darat yang dapat ditimbulkan oleh sampah misalnya ditinjau dari segi kesehatan sebagai tempat bersarang dan menyebarnya bibit penyakit, sedangkan ditinjau dari segi keindahan, tentu saja menurunnya estetika (tidak sedap dipandang mata).
Macam pencemaran udara yang ditimbulkannya misalnya mengeluarkan bau yang tidak sedap, debu gas-gas beracun. Pembakaran sampah dapat meningkatkan karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2) nitrogen-monoksida (NO), gas belerang, amoniak dan asap di udara. Asap di udara, asap yang ditimbulkan dari bahan plastik ada yang bersifat karsinogen, artinya dapat menimbulkan kanker, berhati-hatilah dalam membakar sampah.
Macam pencemarann perairan yang ditimbulkan oleh sampah misalnya terjadinya perubahan warna dan bau pada air sungai, penyebaran bahan kimia dan mikroorganisme yang terbawa air hujan dan meresapnya bahan-bahan berbahaya sehingga mencemari sumur dan sumber air. Bahan-bahan pencemar yang masuk kedalam air tanah dapat muncul ke permukaan tanah melalui air sumur penduduk dan mata air. Jika bahan pencemar itu berupa B3 (bahan berbahaya dan beracun) mislnya air raksa (merkuri), chrom, timbale, cadmium, maka akan berbahaya bagi manusia, karena dapat menyebabkan gangguan pada syaraf, cacat pada bayi, kerusakan sel-sel hati atau ginjal. Baterai bekas (untuk senter, kamera, sepatu menyala, jam tangan) mengandung merkuri atau cadmium, jangan di buang disembarang tempat karena B3 didalamnya dapat meresap ke sumur penduduk.
Tempat-tempat penumpukan sampah merupakan lingkungan yang baik bagi hewan penyebar penyakit penyakit misalnya : lalat, nyamuk, tikus, dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Adanya hewan-hewan penyebar penyakit tersebut mudah tersebar dan menajalar ke lingkungan sekitar. Penyakit-penyakit itu misalnya kolera, disentri, tipus, diare, dan malaria.
Sampah jalanan dan rumah tangga sering bertaburan dan jika turun hujan akan terbawa ke got/sungai, akibatnya sungai tersumbat dan timbul banjir. Selanjutnya banjir dapat menyebarkan penyakit, banyak got di musim hujan menjadi mampet karena penduduk membuang sampah disembarang tempat. Kebiasaan membuang sampaj di sungai dihilangkan.
Gambar – gambar barang rongsokan
3. Bentuk – bentuk permasalahan sosial.
1. Kesehatan para pemulung yang hidup diantara para sampah – sampah?
2. Harga – harga per barang yang diperoleh para pemulung?
3. Bagaiman mental pemulung yang masih anak – anak?
4. Keuntungan dan manfaat sampah yang dapat didaur ulang.
4. Penyebab munculnya masalah sosial.
Pencemaran oleh zat kimia di lingkungan dapat berasal dari berbagai sumber, salah satunya adalah lindi atau air sampah dari tempat pembuangan akhir (TPA). Lindi TPA mengandung berbagai zat hasil pembilasan air yang melewati sampah. Zat-zat tersebut dapat bersifat toksik (racun) dan karsinogenik (Penyebab kanker). Salah satu zat beracun dan karsinogenik adalah logam berat. Kandungan konsentrasi logam berat yang tinggi apabila diserap oleh makhluk hidup dapat terakumulasi dan mengganggu metabolisme. Sampah setiap harinya akan dihasilkan oleh masyarakat di kota Malang kemudian dibuang di tempat pembuangan sementara (TPS) yang nantinya akan dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA), yang satu-satunya adalah TPA Supiturang.
Sebagian besar penduduk ada yang di TPA sebagai pemulung, setiap hari mulai pagi hingga petang mereka berada di antara tumpukan sampah yang menggunung dan berusaha mengais dan mengumpulkan sampah yang menurut mereka bisa dijual dan mandapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya Lingkungan fisik yang penuh dengan sampah, harus dihadapi dalam kehidupan sehari-hari oleh sekelompok masyarakat pemulung tersebut, sehingga mereka beresiko untuk mengalami masalah kesehatan.
kesehatan masyarakat pemulung di tempat pembuangan akhir Supiturang terkait dengan sistem pernafasan, pencernaan dan integument. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil yaitu 65% pemulung mempunyai masalah sistem pernafasan, 40% pemulung mempunyai masalah sistem pencernaan dan 65% pemulung mempunyai masalah sistem integumen.
kesehatan masyarakat pemulung di tempat pembuangan akhir Supiturang terkait dengan sistem pernafasan, pencernaan dan integument. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil yaitu 65% pemulung mempunyai masalah sistem pernafasan, 40% pemulung mempunyai masalah sistem pencernaan dan 65% pemulung mempunyai masalah sistem integumen.
Harga-harga barang;
v Tembaga merah (TM) = Rp.54.000,-
v Tembaga bakar (TB) = Rp.50.000,-
v Tembaga dinamo = Rp.48.000,-
v Plat = Rp.11.000,-
v Tuis = Rp.9.000,-
v Obset = Rp.13.500,-
v Rongsok = Rp.9.500,-
v Besi = Rp.2.800,-
v Kawat / paku = Rp.2000,-
v Plastik = Rp.1000,-
v Kardus = Rp.700,-
v Kuningan = Rp.30.000,-
v Stainless = Rp.13.000,-
v Siku = Rp.14.000,-
Harga-harga tersebut adalah harga baru yang sudah turun. Dari jenis tembaga turun sekitar Rp.4.000,-an, almunium turun Rp.500,- dan besi turun Rp.300,-. Walaupun demikian, harga tembaga dan barang lainnya tidak bisa stabil, terkadang naik dan tiba-tiba turun dengan drastis. Turun naiknya barang tidak berimbang, biasanya naiknya hanya Rp.1000,- untuk jenis tembaga dan Rp.100,- untuk jenis besi dan almunium. Seperti halnya pada saat menjelang lebaran tahun 2008, harga Tembaga Merah berkisar sampai Rp.68.000,-/kg sedang besi waktu itu sampai Rp.5000-an/kg, namun setelah lebaran harga-harga turun. Harga Tembaga Merah (TM) yang sebelum lebaran biasa mencapai Rp.68.000,- turun menjadi sekitar Rp.40.000,-. Sampai sekarang pun harga-harga tembaga dan logam tidak pernah stabil.
Kesehatan mempunyai peran yang sangat penting untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemeliharaan kesehatan sedini mungkin terhadap balita sangat perlu karena dapat mengurangi kematian anak balita disamping itu karena balita merupakan kekuatan bangsa sebagai penerus pembangunan. Pada Umumnya, musim pancarobah dijadikan alasan orang tua dari balita sebagai penyebab dari sakitnya balita, padahal tidak hanya kesalahan musim tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Permasalahan inilah yang perlu untuk diteliti yakni morbiditas pada balita melalui lama sakit dan frekuensi
sakit.
sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui morbiditas balita di Kampung Sidomulyo dan mengetahui beberapa faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas. Faktor-faktor tersebut antara lain: sanitasi, tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, konsumsi gizi, jarak kelahiran, perawatan balita dan jumlah tanggungan keluarga. Metode penelitian yang digunakan survey dengan populasi seluruh balita di Kampung sidomulyo. Pengambilan data
menggunakan metode sensus yaitu pengambilan data yang mempergunakan keseluruhan populasi. Teknik pengambilan data menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data yang digunakan dalan penelitian ini adalah analisa tabulasi dan statisti.
menggunakan metode sensus yaitu pengambilan data yang mempergunakan keseluruhan populasi. Teknik pengambilan data menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data yang digunakan dalan penelitian ini adalah analisa tabulasi dan statisti.
Hasil penelitian menunjukkan:
1) Morbiditas balita di Kampung Sidomulyo termasuk kriteria tinggi,
2) Ada pengaruh yang tidak signifikan antara sanitasi, tingkat pendapatan dengan morbiditas balita,
3) Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan Ibu, jarak kelahiran,
konsumsi gizi, perawatan balita, jumlah tanggungan keluarga dengan morbiditas
balita.
konsumsi gizi, perawatan balita, jumlah tanggungan keluarga dengan morbiditas
balita.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, mengatur kelahiran melalui KB, lebih memperhatikan kebutuhan balita baik gizi maupun perawatan. Disamping itu untuk ibu-ibu balita lebih mencari dan menambah pengetahuan tentang kesehatan balita, gizi balita dan perawatan balita.
Canda tawa, senyum ceria, harus terbayar dengan beratnya beban dengan memungut gelas demi gelas air mineral yang berserakan di jalan-jalan. Entah apa yang terbesit di dalam benak anak itu bila disinggung masalah cita-cita atau keinginan kecil namun tak terwujud. Saya menemukan seorang anak berjenis kelamin laki-laki, berumur 9 tahun atau setara dengan kelas 4 Sekolah Dasar (SD); sebut saja Bakti. Bakti adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya perempuan ikut memungut sampah namun di tempat yang berbeda dengan Bakti. Disebutkan Bakti, ayahnya menyewakan jasa mengantarkan orang demi orang ke tempat tujuan dengan menggunakan motor atau yang biasa disebut ojek. Ibunya mengalami sakit parah dirawat di rumah dengan keadaan rumah yang tak layak tinggal ditambah dengan obat seadanya bahkan Bakti pernah menemukan sebuah obat tablet dan memberikan kepada ibunya dengan harapan agar ibunya membaik, namun Bakti sendiri tak tahu apakah obat tersebut masih layak untuk dikonsumsi.
Bakti mempunyai suatu keinginan sederhana namun belum dapat dia wujudkan. Bakti ingin sekali sekolah seperti dahulu, yang pernah mengenyam di bangku sekolah hanya sampai kelas 2 SD. Begitu miris Bakti mengalah untuk berhenti sekolah karna uang yang telah tersedia untuk kepentingan sekolah dialihkan membayar sewa tanah rumah seharga seratus ribu rupiah sebulan dan membeli obat ibunya. Ibu Bakti mengidap penyakit telah bertahun-tahun lamanya. Namun Bakti dan ayah telah pasrah bilamana nanti ibu akan dipanggil Sang Khalik dari penyakit yang di idapnya. Suatu harapan kecil dari perkataan Bakti, “Aku pengen sekolah, mbak. Biar bisa bantu emak dan bapak biar kaga ditipu orang mulu, mbak.”. Dikarenakan orang tua bakti pernah ditipu karena menandatangani suatu surat yang ternyata isinya adalah penggusuran rumah akibat dari ketidakbisanya orang tua Bakti dalam membaca.
Dalam kesehariannya, hubungan dengan ayahnya sangatlah renggang, ayahnya hampir tidak pernah mengajarkan untuk sholat karna Bakti memeluk agama Islam, Syamsu Yusuf (Dosen UPI) dalam artikelnya yang berjudul ”Mengembangkan kesehatan mental berbasis keluarga” menyatakan bahwa agama memberikan petunjuk tentang tugas dan fungsi orang tua dalam merawat dan mendidik anak, agar dalam hidupnya berada dalam jalan yang benar, sehingga terhindar dari malapetaka kehidupan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak (kandungan Alquran, Surat Attahrim:6). Dilihat dari pengertian kesehatan mental, pertama yaitu dalam suatu keluarga harus adanya keberfungsian dalam keluarga; orang tua sangat berpengaruh dalam tiap input yang diterima anak dari lingkungan luar keluarga, seperti internalnya (moralitas, fisik, psikis) dan eksternalnya (social-budaya).
Yang kedua, adanya hubungan orang tua – anak. Dalam hal ini, harus adanya peraturan agar anak dapat bersikap seperti usianya, orang tua memberikan penggambaran akibat pabila anak melakukan kesalahan pada masyarakat, dapat bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Namun Bakti dan keluarganya bisa saya katakan bahwa kesehatan mental dalam keluarga tersebut tidak sehat. Kesehatan mental dilihat dari bagaimana hubungan kedekatan dan timbal-balik orangtua ke anak begitu sebaliknya.
Di tambah lagi dengan kemiskinan dapat membahayakan perkembangan anak melalui pengaruhnya terhadap kondisi esmosional orang tua dan praktik pengasuhan anak dan pada lingkungan rumah yang mereka ciptakan (Brooks-Gunn & Duncan, 1997; Brooks-Gunn et al., 1998). Orang tua yang hidup dalam rumah kumuh (atau tanpa rumah), yang kehilangan pekerjaan mereka cenderung menjadi cemas, tertekan, dan lekas marah. Mereka menjadi kurang mengasihiterhadap anak-anak mereka. Cara pendisiplinannya secara konstan, kasar, & berlebihan. Cenderung mengabaikan perilaku yang baik dan hanya memperhatikan perilaku yang salah. Dampaknya, anak cenderung tertekan, kesulitan bermain bersama teman sebaya, kurang percaya diri, memiliki masalah perilaku, dan terlibat dalam tindakan antisocial.
Keluarga yang berada dalam ekonomi sulit memiliki kecenderungan yang lebih rendah dalam mengontrol aktivitas anak-anak mereka, dan kurangnya monitor tersebut berkaitan dengan prestasi sekolah dan penyesuaian social yang lebih buruk[7] Ketika sang ayah merasa gagal bertugas sebagai sumber nafkah, demoralisasinya akan mengalahkan peran keayahannya dan memengaruhi secara negative hubungannya dengan sang anak.
5. Dampak riil masalah sosial dalam kehidupan sosial masyarakat.
Ø Kerukunan
Permasalahan sampah dapat berkaitan dengan nilai kerukunan, atau sebaliknya justru dapat menambah kerukunan. Orang yang sering membuang sampah di sekitar tempat tinggalnya dan mencemari ligkungan dapat menimbulkan ketidaksenangan tetangganya. Hal yang demikian ini dapat menimbulkan keretakan hubungan antara tetangga. Kondisi yang demikian perlu di ubah agar terjadi hal yang sebaliknya, yakni dapat semakin meningkatkan kerukunan.
Misalnya pada awalnya tetangga yang merasa dirugikan melaporkan kepada RT atau yang berwenang. Selanjutnya ketua RT pejabat memanggil warganya untuk bermusyawarah dan mengadakan penyuluhan kebersihan. Akhirnya perlu diadakan gotong royong melakukan pembersihan lingkungan agar setia warga merasa bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungannya.
Ø Kesanggupan
Setiap warga hendaknya memiliki kesanggupan untuk menempatkan sampah pada tempatnya, memisahkan sampah yang terurai dan yang tidak teruai, menjaga kebersihan lingkungannya, dan tidak membuang sampah yang tergolong bahan beracun dan berbahaya (B3) ke sembaranga tempat. Pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang sulit dilakukan, juga bukan merupakan pekerjaan yang mustahil untuk dilakukan. Maka yang dipentingkan adalah kesadaran dan kesanggupan.
Ø Dampak Sampah Terhadap Keadaan Sosek Ekonomi
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat ; bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buuk karena sampah bertebaran dimana-mana. Memberikan dampak negative terhadap kepariwisataan.
Pengelolaan sampah tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan-pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak mau kerja, rendahnya produktivitas).
Selama ini kita selalu beranggapan bahwa sampah = masalah. Rasa-rasanya pandangan ini perlu diluruskan kembali. Kalau kita sedikit saja mau menengok ke belakang, kita pasti akan tahu siapa yang sebenarnya bermasalah. Kita terkadang tidak menyadari bahwa permasalahan yang ditimbukan sampah merupakan akibat dari perbuatan kita. Keberadaan sampah yang kian meramaikan kehidupan sekitar merupakan wujud/sisa dari aktivitas kita.
Keberadaan sampah sama halnya dengan keberadaan air dan api. Selama manusia mau ramah dan peduli kepada air, api, dan sampah maka mereka juga akan ramah terhadap manusia. Tapi manusia kurang menyadari hal tersebut. Mereka menganggap bahwa permasalahan yang disebabkan oleh sampah merupakan faktor alam yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang terpenting dan diketahui oleh manusia, selama manusia bisa memanfaatkan air, api, dan sampah secara efektif dan efisien maka ketiga faktor tersebut bisa bermanfaat terhadap kelangsungan hidup manusia.
Sampah juga banyak membawa berkah bagi para pemulung. Mereka mengambil sampah untuk dijual ke panadah daur ulang. Biasanya, jenis sampah yang diambil adalah plastik dan kertas. Harga sekilo sampah plastik atau kertas mampu untuk menjaga kelangsungangan hidup para pemulung. Mereka tidak pernah merasa jijik terhadapnya karena hal tersebut sudah menjadi bagian dari pekerjaanya. Para pemulung biasanya mencari sampah di TPA (tempat pembuangan akhir) atau di tong-tong sampah yang berada di sekitar kita.
Penanganan sampah juga dapat dilakukan dengan memanfaatkanya sebagai kompos. Selain itu juga dapat merubah bentuknya atau membuat barang baru dari sampah. Istilah ini biasanya disebut daur ulang atau reclycling . Contoh hasil produk daur ulang yang sering kita manfaatkan yaitu kertas daur ulang, kantong plastik, dan masih banyak lagi. Dengan cara tersebut kita bisa memanfaatkan sampah seoptimal mungkin dan mampu mengurangi dampak yang diakibatkan olah sampah.
Ada salah satu cara yang efektif selain membuat kompos dan daur ulang yaitu dengan memanfaatkanya sebagai bahan dasar utama dalam pembuatan pot hias. Cara inilah yang kami gunakan untuk bisa memanfaatkan sampah seoptimal mungkin. Cara tersebut tidak sulit. Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mencari sampah organik dan anorganik yang mudah untuk dibakar. Setelah dibakar, ambil hasil pembakaran sampah tersebut berupa abu. Lalu abu tersebut diayak dan akan menghasilkan abu yang halus. Abu halus tersebut dapat langsung digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pot hias untuk mengurangi penggunaan semen. Proses tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama.
Ternyata sampah banyak sekali manfaat yang akan kita peroleh dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan dasar pembuatan pot hias, antara lain:
Ø Lebih ramah lingkungan, karena mampu mengurangi jumlah sampah yang ada di masyarakat, khususnya Kota Malang.
Ø Dapat membantu permasalahan sampah yang ada di masyarakat, khususnya Kota Malang
Ø Mengurangi jumlah semen yang akan berdampak pada pengurangan biaya produksi.
Ø Bahan yang digunakan lebih mudah diperoleh karena sudah tersedia disekitar kita dan gratis.
Ø Dapat dijadikan peluang usaha baru yang potensial, khususnya di Kota Malang mengingat predikatnya sebagai kota bunga dan pariwisata.
Ø Menambah ragam oleh-oleh khas Malang.
Ø Turut menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Pada kesempatan kali ini kami ingin sedikit memberikan gambaran tentang pembuatan pot hias berbahan dasar sampah khas Malang. Pada dasarnya kenapa sampah bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pot hias adalah karena abu sampah memiliki zat pengikat yang mirip dengan semen sehingga mampu digunakan untuk menggantikan fungsi semen. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahwa sampah ini hanya bisa digunakan sebagai campuran, bukan seratus persen berfungsi sebagai semen. Walaupun demikian kadar abu sampah yang digunakan lebih banyak dari kadar semennya.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan pot, yaitu :
a. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan, seperti cangkul, sekop, cetok (besar, sedang, kecil), kain lap, saringan/kasa, timba, kuas, amplas, cawan, tenda, bak air, sikat, dan cetakan.
b. Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan, seperti abu sampah, semen, pasir, cat, oli, minyak tanah, mil, dolosit, dan air.
c. Menyiapkan adukan
1) Campuran abu sampah dan semen dengan perbandingan 10:1.
2) campuran abu sampah, semen, dan pasir dengan perbandingan 1:1:2.
d. Lumasi cetakan dengan campuran oli dengan minyak tanah.
e. Lapisi cetakan dengan adukan 1 dengan sesekali ditaburi dolosit dan mil,lalu diamkan sebentar.
f. Lapisi lapisan berikutnya dengan adukan 2 sampai ketebalan 1,5-2 cm.
g. Taburi semua lapisan adukan dengan dolosit dan mil sampai rata.
h. Taburi alas yang dipakai untuk menempatkan hasil cetakan dengan mil dan dolosit.
i. Tengkurapkan posisi cetakan di atas alas yang telah disediakan.
j. Perlahan-lahan lepaskan bagian bawah cetakan, selanjutnya bagian samping cetakan.
k. Diamkan selama satu hari agar kering.
l. Bersihkan sisa-sisa dolosit dan mil dalam pot.
m. Cuci agar sisa-sisa dolosit dan mil yang masih tertinggal hilang.
n. Keringkan beberapa hari.
o. Amplas bagian-bagian yang kurang rata.
p. Pengecatan
BAB IV
ANALISA, PEMBAHASAN DAN SOLUSI
4.1 Analisa
Pemulung adalah sekelompok orang yang bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tengah di bongkar, sebagian Pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah. Ada juga yang mengatakan Pemulung adalah kelompok sosial yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap berguna dari sampah, baik yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maupun diluar TPA
Pemulung bukanlah harapan dan cita-cita. Tak seorang pun yang menginginkan predikat semacam itu melekat pada dirinya. Namun, situasi kemiskinan struktural yang sudah demikian menggurita di negeri ini, disadari atau tidak, telah melahirkan terciptanya pemulung sebagai mata pencaharian baru. Jangan salahkan mereka jika kehadirannya terpaksa mengganggu kenyamanan pandangan mata para pemuja gaya hidup materialistis dan hedonis.
Para pemulung bisa jadi tak paham apa makna pahlawan yang sesungguhnya. Namun, secara riil, mereka telah mengaplikasikan nilai-nilai kepahlawanan sejati ke dalam setiap aliran darah, desahan napas, dan kucuran keringatnya. Mereka rela berkorban untuk direndahkan martabatnya tanpa punya pamrih untuk menggugatnya. Mereka rela diberi stigma sebagai maling tanpa punya pamrih untuk melakukan pemberontakan. Mereka juga merelakan dirinya dipanggang terik matahari demi memenuhi tuntutan perut sanak keluarganya. Sungguh kontras dengan perilaku koruptor yang sudah jelas-jelas terbukti mengemplang harta rakyat, tetapi masih menempuh berbagai cara untuk bisa lolos dari jeratan hukum
4.2 Pembahasan
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi (keadaan) dapat terlihat dari rumusan Undang – undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1:
“ kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik – baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak – hak asasi serta kewajiban manusia sebagai pancasila.”
Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi masih dapat dikatakan sebagai profesi yang baru muncul pada awal abad ke- 20, meskipun demikian ia mempunyai akar sejak timbulnya revolusi industry. Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerjaan sosial lebih berusaha untuk menyatukan berbagai bidang ilmu ataupun spesialisasi dari berbagai lapangan praktek.
Profesi yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya; dan individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi (kondisi) sosialnya. Pandangan ini mengacu pada konsep “fungsi sosial” yang terkait dengan kinerja dari berbagai peranan sosial yang ada dalam masyarakat. misalnyanya saja, peranan seseorang sebagai pemimpin, pegawai, ayah, suami, warga masyarakat, dan lain sebaginya.
4.3 Solusi
Dari pandangan ini, permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai dengan tututan lingkungannya. Oleh karena itu usaha – usaha untuk memberikan pelayanan sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.
BAB V
KESIMPULAN
Kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya adalah peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketenteraman dalam masyarakat.
Dari definisi di atas sekurang –kurangnya dapat ditangkap pengertian bahwa kesejahteraan sosial mencangkup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi ataupun kehidupan spiritual.
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi (keadaan) dapat terlihat dari rumusan Undang – undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1:
“ kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik – baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak – hak asasi serta kewajiban manusia sebagai pancasila.”
Permasalahan yang diangkat adalah masalah pemulung yang ada di kota Malang di lokasi TPA Urang Supit terdapat sekitar 302 pemulung dari berbagai wilayah, tidak hanya dari area Malang tapi juga masyarakat dari Kediri dan Pasuruan. Setiap pemulung di TPA Urang Supit memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota) sebagai bukti resmi keanggotaan pemulung di TPA Urang Supit. Bahkan kata bapak Pandri salah satu pemulung disana, paguyuban pemulung ini sudah tertata rapi keorganisasiannya, punya Ketua dan Sekjen segala.
Sampah yang datang di TPA ini sangat beraneka ragam, mulai dari sampah logam, plastic, kertas dan sampah organic. Sampah yang dipunguti oleh para pemulung ini hanya sampah logam, kertas dan plastic yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi untuk dijual ke penampung yang akan mengirimkan ke pabrik daur ulang. Sampah plastic yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi adalah bekas botol atau gelas minuman mineral sejenis Aqua dengan nilai jual sekitar Rp. 2000/kg. Salah satu pemulung menuturkan pendapatan sehari per pemulung berkisar antara Rp. 20.000,00 – Rp.40.000,00.
Dampak Sampah Terhadap Keadaan Sosek Ekonomi pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat ; bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buuk karena sampah bertebaran dimana-mana. Memberikan dampak negative terhadap kepariwisataan.
Pengelolaan sampah tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan-pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak pembuatan pot hias. langsung (tidak mau kerja, rendahnya produktivitas).
Penanganan sampah juga dapat dilakukan dengan memanfaatkanya sebagai kompos. Selain itu juga dapat merubah bentuknya atau membuat barang baru dari sampah. Istilah ini biasanya disebut daur ulang atau reclycling . Contoh hasil produk daur ulang yang sering kita manfaatkan yaitu kertas daur ulang, kantong plastik, dan masih banyak lagi. Dengan cara tersebut kita bisa memanfaatkan sampah seoptimal mungkin dan mampu mengurangi dampak yang diakibatkan olah sampah.
Ada salah satu cara yang efektif selain membuat kompos dan daur ulang yaitu dengan memanfaatkanya sebagai bahan dasar utama dalam Cara inilah yang kami gunakan untuk bisa memanfaatkan sampah seoptimal mungkin. Cara tersebut tidak sulit. Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mencari sampah organik dan anorganik yang mudah untuk dibakar. Setelah dibakar, ambil hasil pembakaran sampah tersebut berupa abu. Lalu abu tersebut diayak dan akan menghasilkan abu yang halus. Abu halus tersebut dapat langsung digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pot hias untuk mengurangi penggunaan semen. Proses tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama.
Ternyata sampah banyak sekali manfaat yang akan kita peroleh dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan dasar pembuatan pot hias.
DAFTAR PUSTAKA
Soetarno. 1989. Psikologi Social. Yogyakarta : PT. KANISIUS.
Rukminto, Isbandi. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Jakarta Utara : PT. RajaGrafindo Persada.
Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta : PT. Melton Putra.
Poerwanto, Hari. 2006. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
[1] Drs. Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Jakarta: 1994, hal. 3
0 komentar:
Posting Komentar