PANDANGAN TEORI PIAGET DALAM PROSES
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Oleh : AMAR FARUQ, S.Pd
(Guru BK MIS Kemenag Gresik Jawa Timur)
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab bagi umat Islam, telah mengisyaratkan kepada manusia untuk melakukan kegiatan pendidikan. Perintah itu turun pertama kali kepada nabi Muhammad dengan perintah untuk membaca, yaitu surat al-Falaq ayat 1-5.
Dalam kegiatan pendidikan ada proses yang tidak bisa terlepas darinya, yiatu proses belajar dan mengajar. Dimana dalam proses itu tidak semerta-merta tanpa adanya faktor-faktor yang diperhatikan. Dalam melakukan proses belajar dan mengajar para komponen pendidikan tidak bisa meninggalkan metode dan teori dalam pendidikan.
Sementara itu belajar dan mengajar merupakan konsep yang bermuatan psikologis. Dan belajar dalam konteks pembelajaran tidak bisa dipisahkan dengasn konteks pengajaran. Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Dan dalam prosesnya pendidikan selalu mendapat tempat dalam setiap disiplin ilmu, misalnya psikologi belajar.
Dalam konteks psikologi pembelajaran, pengertian tentang belajar sangat beragam, beragamnya pengertian tersebut dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan belajar sendiri. Teori belajar merupakan prinsip umum yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dari sekian banyak teori pembelajaran yang paling menonjol adalah connectionism, cassical conditioning, operan konditioning dan teori pendekatan kognitif.
Namun penulis tidak akan membahas semua teori itu, penulis hanya akan membahas teori yang terakhir yaitu “pendekatan kognitif”. Dimana teori tersebut salah satunya diciptakan oleh seorang okoh bernama Jean Piaget yang melihat proses belajar mengajar dari sudut pandang psikologi perkembangan kognitif. Untuk lebih jelasnya teori ini akan dibahas pada bagian pembahasan.
Dalam kegiatan pendidikan ada proses yang tidak bisa terlepas darinya, yiatu proses belajar dan mengajar. Dimana dalam proses itu tidak semerta-merta tanpa adanya faktor-faktor yang diperhatikan. Dalam melakukan proses belajar dan mengajar para komponen pendidikan tidak bisa meninggalkan metode dan teori dalam pendidikan.
Sementara itu belajar dan mengajar merupakan konsep yang bermuatan psikologis. Dan belajar dalam konteks pembelajaran tidak bisa dipisahkan dengasn konteks pengajaran. Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Dan dalam prosesnya pendidikan selalu mendapat tempat dalam setiap disiplin ilmu, misalnya psikologi belajar.
Dalam konteks psikologi pembelajaran, pengertian tentang belajar sangat beragam, beragamnya pengertian tersebut dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan belajar sendiri. Teori belajar merupakan prinsip umum yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dari sekian banyak teori pembelajaran yang paling menonjol adalah connectionism, cassical conditioning, operan konditioning dan teori pendekatan kognitif.
Namun penulis tidak akan membahas semua teori itu, penulis hanya akan membahas teori yang terakhir yaitu “pendekatan kognitif”. Dimana teori tersebut salah satunya diciptakan oleh seorang okoh bernama Jean Piaget yang melihat proses belajar mengajar dari sudut pandang psikologi perkembangan kognitif. Untuk lebih jelasnya teori ini akan dibahas pada bagian pembahasan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Jean Piaget?
2. Bagaimana pemikiran Jean Piaget tentang perkembangan kognitif?
3. Bagaimana implikasi teori Piaget terhadap pendidikan?
1. Bagaimana biografi Jean Piaget?
2. Bagaimana pemikiran Jean Piaget tentang perkembangan kognitif?
3. Bagaimana implikasi teori Piaget terhadap pendidikan?
C. Tujuan Perumusan Masalah
1. Mengetahui biografi Jean Piaget.
2. Mengetahui pemikiran Jean Piaget tentang perkembangan kognitif.
3. Mengetahui implikasi teori Piaget terhadap pendidikan.
1. Mengetahui biografi Jean Piaget.
2. Mengetahui pemikiran Jean Piaget tentang perkembangan kognitif.
3. Mengetahui implikasi teori Piaget terhadap pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. BIOGRAFI JEAN PIAGET
Jean Piaget lahir di Neuchâtel, Swiss , yang berbahasa Perancis pada 9 Agustus 1896 dan meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun. Dia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya. Menurut Ernest von Glasersfeld, Jean Piaget adalah juga “perintis besar dalam teori konstruktivis tentang pengetahuan” . Karya Piaget pun banyak dikutip dalam pembahasan mengenai psikologi kognitif.
Ayahnya, Arthur Piaget, adalah seorang profesor dalam sastra Abad Pertengahan di Universitas Neuchâtel. Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa ayahnya adalah ahli sejarah di bidang sejarah literatur. Piaget adalah seorang anak yang sangat cepat menjadi matang, yang mengembangkan minatnya dalam biologi dan dunia pengetahuan alam, dan dalam usia 21 tahun mendapat gelar doctor dengan disertasi tentang moluska (kerang-kerangan) , dan bahkan menerbitkan sejumlah makalah sebelum ia lulus dari SMA. Bahkan, kariernya yang panjang dalam penelitian ilmiah dimulai ketika ia baru berusia 11 tahun, dengan diterbitkannya sebuah makalah pendek pada 1907 tentang burung gereja albino. Pada usia 23 tahun ia mempublikasikan artikel tentang hubungan antara psikoanalisis dengan psikologi anak. Sepanjang kariernya, Piaget menulis lebih dari 60 buah buku dan ratusan artikel.
Piaget memperoleh gelar Ph.D. dalam ilmu alamiah dari Universitas Neuchâtel, dan juga belajar sebentar di Universitas Zürich. Selama masa ini, ia menerbitkan dua makalah filsafat yang memperlihatkan arah pemikirannya pada saat itu, tetapi yang belakangan ditolaknya karena dianggapnya sebagai karya tulis seorang remaja. Minatnya terhadap psikoanalisis, sebuah aliran pemikiran psikologi yang berkembang pada saat itu, juga dapat dicatat mulai muncul pada periode ini.
Kemudian ia pindah dari Swiss ke Grange-aux-Belles, Perancis, dan di sana ia mengajar di sekolah untuk anak-anak lelaki yang dikelola oleh Alfred Binet, pengembang tes intelegensia Binet dan bekerja dengan Theodore Simon dalam laboratorium Binet . Ketika ia menolong menandai beberapa contoh dari tes-tes intelegensia inilah Piaget memperhatikan bahwa anak-anak kecil terus-menerus memberikan jawaban yang salah untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Piaget tidak terlalu memperhatikan pada jawaban-jawaban yang keliru itu, melainkan pada kenyataan bahwa anak-anak yang kecil itu terus-menerus membuat kesalahan dalam pola yang sama, yang tidak dilakukan oleh anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Hal ini menyebabkan Piaget mengajukan teori bahwa pemikiran atau proses kognitif anak-anak yang lebih kecil pada dasarnya berbeda dengan orang-orang dewasa. Belakangan, ia mengajukan teori global tentang tahap-tahap perkembangan yang menyatakan bahwa setiap orang memperlihatkan pola-pola kognisi umum yang khas dalam setiap tahap perkembangannya.
Pada 1921, Piaget kembali ke Swiss sebagai direktur Institut Rousseau di Geneva. Pada 1923, ia menikah dengan Valentine Châtenay, salah seorang mahasiswinya. Pasangan ini memperoleh tiga orang anak, yang dipelajari oleh Piaget sejak masa bayinya. Pada 1929, Jean Piaget menerima jabatan sebagai Direktur Biro Pendidikan Internasional, yang tetap dipegangnya hingga 1968. Setiap tahun, ia menyusun “Pidato Direktur”nya untuk Dewan BPI itu dan untuk Konferensi Internasional tentang Pendidikan Umum, dan di dalamnya ia secara eksplisit mengungkapkan keyakinan pendidikannya.
Pada 1921, Piaget kembali ke Swiss sebagai direktur Institut Rousseau di Geneva. Pada 1923, ia menikah dengan Valentine Châtenay, salah seorang mahasiswinya. Pasangan ini memperoleh tiga orang anak, yang dipelajari oleh Piaget sejak masa bayinya. Pada 1929, Jean Piaget menerima jabatan sebagai Direktur Biro Pendidikan Internasional, yang tetap dipegangnya hingga 1968. Setiap tahun, ia menyusun “Pidato Direktur”nya untuk Dewan BPI itu dan untuk Konferensi Internasional tentang Pendidikan Umum, dan di dalamnya ia secara eksplisit mengungkapkan keyakinan pendidikannya.
Piaget menjabat sebagai profesor psikologi di Universitas Geneva dari 1929 hingga 1975 dan menjadi terkenal karena menyusun kembali teori perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahap, memperluas karya sebelumnya dari James Mark Baldwin, menjadi empat tahap perkembangan yang lebih kurang sama dengan (1) masa infancy, (2) pra-sekolah, (3) anak-anak, dan (4) remaja. Masing-masing tahap ini dicirikan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi semua pemikiran si anak (suatu pandangan strukturalis yang dipengaruhi oleh filsuf Immanuel Kant). Masing-masing tahap mewakili pemahaman sang anak tentang realitas pada masa itu, dan masing-masing kecuali yang terakhir adalah suatu perkiraan (approximation) tentang realitas yang tidak memadai. Jadi, perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lainnya disebabkan oleh akumulasi kesalahan di dalam pemahaman sang anak tentang lingkungan nya; akumulasi ini pada akhirnya menyebabkan suatu tingkat ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata ulang oleh struktur pemikiran.
KARYA-KARYA JEAN PIAGET
1. Piaget, J. (1950). Introduction à l’Épistémologie Génétique. Paris: Presses Universitaires de France.
2. Piaget, J. (1961). La psychologie de l’intelligence. Paris: Armand Colin (1961, 1967, 1991).
3. Piaget, J. (1967). Logique et Connaissance scientifique, Encyclopédie de la Pléiade.
4. Inhelder, B. dan J. Piaget (1958). The Growth of Logical Thinking from Childhood to Adolescence. New York: Basic Books.
5. Inhelder, B. dan Piaget, J. (1964). The Early Growth of Logic in the Child: Classification and Seriation. London: Routledge and Kegan Paul.
6. Piaget, J. (1928). The Child’s Conception of the World. London: Routledge and Kegan Paul.
7. Piaget, J. (1932). The Moral Judgment of the Child. London: Kegan Paul, Trench, Trubner and Co.
8. Piaget, J. (1952). The Child’s Conception of Number. London: Routledge and Kegan Paul.
9. Piaget, J. (1953). The Origins of Intelligence in Children. London: Routledge and Kegan Paul.
10. Piaget, J. (1955). The Child’s Construction of Reality. London: Routledge and Kegan Paul.
11. Piaget, J. (1971). Biology and Knowledge. Chicago: University of Chicago Press.dll
1. Piaget, J. (1950). Introduction à l’Épistémologie Génétique. Paris: Presses Universitaires de France.
2. Piaget, J. (1961). La psychologie de l’intelligence. Paris: Armand Colin (1961, 1967, 1991).
3. Piaget, J. (1967). Logique et Connaissance scientifique, Encyclopédie de la Pléiade.
4. Inhelder, B. dan J. Piaget (1958). The Growth of Logical Thinking from Childhood to Adolescence. New York: Basic Books.
5. Inhelder, B. dan Piaget, J. (1964). The Early Growth of Logic in the Child: Classification and Seriation. London: Routledge and Kegan Paul.
6. Piaget, J. (1928). The Child’s Conception of the World. London: Routledge and Kegan Paul.
7. Piaget, J. (1932). The Moral Judgment of the Child. London: Kegan Paul, Trench, Trubner and Co.
8. Piaget, J. (1952). The Child’s Conception of Number. London: Routledge and Kegan Paul.
9. Piaget, J. (1953). The Origins of Intelligence in Children. London: Routledge and Kegan Paul.
10. Piaget, J. (1955). The Child’s Construction of Reality. London: Routledge and Kegan Paul.
11. Piaget, J. (1971). Biology and Knowledge. Chicago: University of Chicago Press.dll
JABATAN
1. 1921-25 Direktur Penelitian, Institut Jean-Jacques Rousseau, Geneva
2. 1925-29 Profesor Psikologi, Sosiologi dan Filsafat Ilmu, Universitas Neuchatel
3. 1929-39 Direktur Sejarah Pemikiran Ilmiah, Universitas Geneva
4. 1929-67 Direktur, Biro Pendidikan Internasional, Geneva
5. 1932-71 Direktur, Institut Ilmu-ilmu Pendidikan, Universitas Geneva
6. 1938-51 Profesor Psikologi Eksperimen dan Sosiologi, Universitas Lausanne
7. 1939-51 Profesor Sosiologi, Universitas Geneva
8. 1940-71 Profesor Psikologi Eksperimen, Universitas Geneva
9. 1952-64 Profesor Psikologi Genetika, Sorbonne, Paris
10. 1955-80 Direktur, Pusat Internasional untuk Epistemologi Genetika, Geneva
11. 1971-80 Profesor Emeritus, Universitas Geneva
1. 1921-25 Direktur Penelitian, Institut Jean-Jacques Rousseau, Geneva
2. 1925-29 Profesor Psikologi, Sosiologi dan Filsafat Ilmu, Universitas Neuchatel
3. 1929-39 Direktur Sejarah Pemikiran Ilmiah, Universitas Geneva
4. 1929-67 Direktur, Biro Pendidikan Internasional, Geneva
5. 1932-71 Direktur, Institut Ilmu-ilmu Pendidikan, Universitas Geneva
6. 1938-51 Profesor Psikologi Eksperimen dan Sosiologi, Universitas Lausanne
7. 1939-51 Profesor Sosiologi, Universitas Geneva
8. 1940-71 Profesor Psikologi Eksperimen, Universitas Geneva
9. 1952-64 Profesor Psikologi Genetika, Sorbonne, Paris
10. 1955-80 Direktur, Pusat Internasional untuk Epistemologi Genetika, Geneva
11. 1971-80 Profesor Emeritus, Universitas Geneva
2. PEMIKIRAN JEAN PIAGET TENTANG PERKEMBANGAN KOGNITIF
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget mengemukakan, inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Inteligensi adalah bagian integral dari setiap organisme karena setiap organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk keberlangsungan hidup. Namun bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epistemology, karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Sedangkan istilah genetik yang dimaksud mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologi.
Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi dan fungsi. (Dahar ,1988:179). Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Fungsi itu terdiri dari organisasi dan adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui 2 proses yaitu : assimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dan proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.
Piaget mengemukakan, inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Inteligensi adalah bagian integral dari setiap organisme karena setiap organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk keberlangsungan hidup. Namun bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epistemology, karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Sedangkan istilah genetik yang dimaksud mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologi.
Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi dan fungsi. (Dahar ,1988:179). Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Fungsi itu terdiri dari organisasi dan adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui 2 proses yaitu : assimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dan proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lingkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa mempertahankan hidupnya. Perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi.
Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi, ia berkeyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderungan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk :
Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi, ia berkeyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderungan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk :
a. Beradaptasi. Pada proses ini berisi dua kegiatan. Pertama, mengabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium).
b. Organisasi (tindakan penataan). Yaitu proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui proses ini, manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut.
Untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu sebagai berikut:
1. Skema
Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan.
Skema adalah struktur kognitif atau serangkaian perilaku terbuka secara sistematis yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan (barang, orang, keadaan, kejadian) dan menata lingkungan ini secara intelektual. Misalnya, skema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari sekedar manifestasi refleksi memegang saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat semua tindakan memegang bisa dimungkinkan.
Dalam teori Piaget, skema dianggap sebagai elemen penting dalam struktur kognitif organisme. Skema akan menentukan bagaimana ia akan merespon lingkungan fisik. Skemata dapat muncul dalam perilaku yang jelas, seperti dalam kasus refleks memegang, atau muncul secara tersamar. Manifestasi skema yang tidak jelas dapat disamakan dengan tindak berpikir. Jelas, cara anak menghadapi lingkungan akan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Agar terjadi interaksi organisme-lingkungan, skemata yang tersedia untuk anak harus berubah.
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi
2. Asimilasi
Asimilasi itu suatu proses kognitif, yang aktif dalam menggunakan skema untuk merespon lingkungan. Dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yang ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memproses satu stimulus saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, dengan proses itu individu secara kognitif mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu.
3. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan yang direspons . Atau sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan oleh Piaget disebut sebagai keseimbangan.
4. Keseimbangan
Yaitu keseimbangan antara skema yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil ketepatan akomodasi . Dalam proses adaptasi dengan lingkungan individu berusaha mencapai struktur mental atau skemata yang stabil. Yaitu keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi. Seandainya hanya asimilasi secara kontinu maka yang bersangkutan hanya akan memiliki beberapa skemata global dan ia tidak mampu melihat perbedaan antara berbagai hal. Sebaliknya jika hanya akomodasi saja secara kontinu, maka hanya memiliki skemata kecil-kecil saja dan mereka tidak memiliki skemata yang umum. Dan tidak akan mampu melihat persamaan antara berbagai hal.
Dengan keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Dengan kata lain terjadi keseimbangan antara faktor-faktor internal dan faktor eksternal.
Dengan keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Dengan kata lain terjadi keseimbangan antara faktor-faktor internal dan faktor eksternal.
Proses akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses asimilasi dan akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pembelajar dan ia akan dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hierarki. Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat. Kemampuan bayi melalui tahapan ini bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi) serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahapan ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian pula, pemikiran seorang anak berbeda pada setiap tahap. Desmita mengutip dari Mussen (1969) mengatakan bahwa Piaget tidak menegaskan batasan umur dalam masing-masing tahap. Batasan umur tersebut diberikan oleh Ginsburg dan Opper.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat. Kemampuan bayi melalui tahapan ini bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi) serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahapan ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian pula, pemikiran seorang anak berbeda pada setiap tahap. Desmita mengutip dari Mussen (1969) mengatakan bahwa Piaget tidak menegaskan batasan umur dalam masing-masing tahap. Batasan umur tersebut diberikan oleh Ginsburg dan Opper.
Untuk keperluan pengkonseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan intelektual, Piaget membagi perkembangan ini ke dalam 4 periode yaitu :
1) Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan sistem penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
Tahap sensorimotor adalah yang pertama dari empat tahap perkembangan kognitif. “Pada tahap ini, bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan pengalaman panca indra koordinasi (seperti melihat dan mendengar) dengan fisik, motorik tindakan.” “Bayi memperoleh pengetahuan tentang dunia dari tindakan-tindakan fisik yang mereka lakukan di atasnya.” “Seorang bayi berkembang dari refleksif, insting tindakan saat lahir ke awal pemikiran simbolis menjelang akhir panggung.” “Piaget membagi tahap sensorimotor menjadi enam sub-tahap”
Tahap sensorimotor adalah yang pertama dari empat tahap perkembangan kognitif. “Pada tahap ini, bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan pengalaman panca indra koordinasi (seperti melihat dan mendengar) dengan fisik, motorik tindakan.” “Bayi memperoleh pengetahuan tentang dunia dari tindakan-tindakan fisik yang mereka lakukan di atasnya.” “Seorang bayi berkembang dari refleksif, insting tindakan saat lahir ke awal pemikiran simbolis menjelang akhir panggung.” “Piaget membagi tahap sensorimotor menjadi enam sub-tahap”
Sub Tahap Usia
Deskripsi
Simple Refleks Kelahiran-6 minggu “Koordinasi sensasi dan aksi melalui perilaku refleksif”. Tiga dasar Reflek yang dijelaskan oleh Piaget: mengisap benda-benda di mulut, berikut obyek bergerak atau menarik dengan mata, dan penutupan tangan ketika membuat sebuah objek kontak dengan telapak (palmaris pegang). Selama enam minggu pertama kehidupan, refleks ini mulai menjadi tindakan sukarela, misalnya refleks menjadi palmaris sengaja menangkap.
Anak menggunakan reflek alamiah, dan mengikuti gerakan objek dalam medan penglihatan.
reaksi sirkular primer 6 minggu-4 bulan “Koordinasi sensasi dan dua jenis skema: kebiasaan (refleks) dan reaksi sirkular primer (reproduksi dari sebuah peristiwa yang awalnya terjadi secara kebetulan). Utama masih fokus pada tubuh bayi.” Sebagai contoh jenis reaksi, bayi mungkin akan mengulangi gerakan lewat tangan mereka sebelum wajah mereka. Juga pada tahap ini, reaksi pasif, yang disebabkan oleh klasik atau instrumental conditioning. Contohnya, sekiranya bayi tersebut melakukan sesuatu tingkah laku yang mana dapat menyenangkan dia, maka dia akan mengulangi tingkah laku itu lagi. Dan anak terus memandangi objek yang hilang.
Anak menggunakan reflek alamiah, dan mengikuti gerakan objek dalam medan penglihatan.
reaksi sirkular primer 6 minggu-4 bulan “Koordinasi sensasi dan dua jenis skema: kebiasaan (refleks) dan reaksi sirkular primer (reproduksi dari sebuah peristiwa yang awalnya terjadi secara kebetulan). Utama masih fokus pada tubuh bayi.” Sebagai contoh jenis reaksi, bayi mungkin akan mengulangi gerakan lewat tangan mereka sebelum wajah mereka. Juga pada tahap ini, reaksi pasif, yang disebabkan oleh klasik atau instrumental conditioning. Contohnya, sekiranya bayi tersebut melakukan sesuatu tingkah laku yang mana dapat menyenangkan dia, maka dia akan mengulangi tingkah laku itu lagi. Dan anak terus memandangi objek yang hilang.
fase reaksi sirkular sekunder 4-8 bulan
Pengembangan kebiasaan. “Bayi menjadi lebih object-oriented, bergerak di luar keasyikan diri; ulangi tindakan yang membawa hasil yang menarik atau yang menyenangkan.” Tahap ini terutama berhubungan dengan pengembangan koordinasi antara visi dan kemampuan memegang. Tiga kemampuan baru terjadi pada tahap ini: disengaja menggapai untuk objek yang dikehendaki, reaksi sirkular sekunder, dan pembedaan antara tujuan dan sarana. Pada tahap ini, bayi akan sengaja menangkap udara ke arah objek yang dikehendaki, sering membuat geli teman-teman dan keluarga. Reaksi sirkular sekunder, atau pengulangan dari suatu tindakan yang melibatkan objek eksternal mulai misalnya, memindahkan saklar untuk menyalakan lampu berulang-ulang. Pembedaan antara cara dan tujuan juga terjadi. Ini mungkin salah satu yang paling penting pada tahap-tahap pertumbuhan anak karena menandakan fajar logika. Dan anak mencari objek yang hilang.
Koordinasi tahap reaksi sirkular sekunder 8-12 bulan
“Koordinasi visi dan sentuhan – koordinasi tangan-mata; koordinasi skema dan niat.” Tahap ini terutama terkait dengan perkembangan logika dan koordinasi antara sarana dan tujuan. Ini adalah sangat penting pada tahap perkembangan, Piaget memegang apa yang disebutnya “tepat pertama kecerdasan.” Selain itu, tahap ini menandai awal orientasi tujuan, perencanaan yang disengaja dan langkah-langkah untuk memenuhi suatu tujuan. Anak mulai menggunakan tanda untuk mengantisipasi kejadian, mengenali objek dan orang yang sudah dikenal dan mencari objek yang di sembunyikan.
“Koordinasi visi dan sentuhan – koordinasi tangan-mata; koordinasi skema dan niat.” Tahap ini terutama terkait dengan perkembangan logika dan koordinasi antara sarana dan tujuan. Ini adalah sangat penting pada tahap perkembangan, Piaget memegang apa yang disebutnya “tepat pertama kecerdasan.” Selain itu, tahap ini menandai awal orientasi tujuan, perencanaan yang disengaja dan langkah-langkah untuk memenuhi suatu tujuan. Anak mulai menggunakan tanda untuk mengantisipasi kejadian, mengenali objek dan orang yang sudah dikenal dan mencari objek yang di sembunyikan.
reaksi sirkular tersier, kebaruan, dan rasa ingin tahu 12-18 bulan “Bayi menjadi tergelitik oleh banyak sifat-sifat benda dan oleh banyak hal yang mereka dapat membuat terjadi pada objek; mereka bereksperimen dengan perilaku baru.” Tahap ini berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk memenuhi tujuan menggunakan trial and error. Piaget menjelaskan anak pada saat ini sebagai “ilmuwan muda,” melakukan pseudo-eksperimen untuk menemukan metode baru menghadapi tantangan. Mencari objek yang disembunyikan dan meniru tindakan orang lain.
internalisasi Skema 18-24 bulan “Bayi mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol dan bentuk primitif bertahan lama mental.” Tahap ini berhubungan terutama dengan awal pemahaman, atau kreativitas. Mengembangkan kemampuan menirukan, mengembangkan citra mental untuk menyelesaikan masalah, mengantisipasi konsekuensi, menngetahui objek tetap ada setelah objek hilang dari pandangan.
Pada akhir dari periode sensorimotor, objek keduanya terpisah dari diri dan permanen. Objek keabadian adalah pemahaman bahwa benda tetap ada bahkan ketika mereka tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh. Mendapatkan pengertian objek permanen adalah salah satu prestasi bayi yang paling penting, menurut Piaget.”
2) Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
Piaget juga mengatakan bahawa proses perkembangan kognitif kanak-kanak menjadi lebih sempurna menerusi “tiga kebolehan azas” yang berlaku yaitu :
1. Perkembangan kebolehan mental kanak-kanak untuk melakukan tingkah laku yang ketara seperti kebolehan mengira.
2. Melalui latihan yang diulang-ulang, rangkaian tingkah laku yang dikukuhkan dan digeneralisasikan sehingga menjadi skema tingkah laku yang stabil.
3. Hal-hal umum yang betul-betul difahami oleh individu bagi mewujudkan sesuatu pengukuhan tingkah laku.
Selain itu, Piaget juga mengatakan bahwa operasi yang berlaku mesti berasaskan pada tiga fenomena mental yang penting yaitu pengamatan, ingatan dan bayangan. Pengamatan merupakan suatu proses dimana kanak-kanak memberikan sepenuh perhatian terhadap sesuatu yang dilihat. Sementara, ingatan pula ialah satu proses pembinaan, pengumpulan dan pengambilan kembali memori mengenai peristiwa lalu. Sedangkan, bayangan merupakan satu proses yang menyebabkan sensasi yang statik, yang mana pandangan dan pendengaran selalu dikumpulkan di bagian mental.
Yang sebelum operasi tahap kedua dari empat tahap perkembangan kognitif. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget mampu menunjukkan bahwa menjelang akhir tahun kedua, yang secara kualitatif jenis baru dari fungsi psikologis terjadi.
(Pre) Operatory Pikiran adalah setiap prosedur untuk bekerja pada objek mental. Ciri dari tahapan yang jarang dan secara logika tidak memadai operasi mental. Selama tahap ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambar, kata, dan gambar. Si anak mampu membentuk konsep-konsep yang stabil serta penalaran mental dan keyakinan magis. Namun anak masih belum mampu melakukan operasi; tugas yang si anak dapat melakukan mental daripada fisik. Berpikir anak masih egosentris: anak kesulitan mengambil sudut pandang orang lain. Dua substages dapat dibentuk dari pikiran sebelum operasi.
(Pre) Operatory Pikiran adalah setiap prosedur untuk bekerja pada objek mental. Ciri dari tahapan yang jarang dan secara logika tidak memadai operasi mental. Selama tahap ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambar, kata, dan gambar. Si anak mampu membentuk konsep-konsep yang stabil serta penalaran mental dan keyakinan magis. Namun anak masih belum mampu melakukan operasi; tugas yang si anak dapat melakukan mental daripada fisik. Berpikir anak masih egosentris: anak kesulitan mengambil sudut pandang orang lain. Dua substages dapat dibentuk dari pikiran sebelum operasi.
a. The Symbolic Fungsi Substage
Terjadi antara rentang usia 2 dan 4. Si anak mampu merumuskan desain benda-benda yang tidak hadir. Contoh lain dari bahasa kemampuan mental dan berpura-pura bermain. Walaupun ada kemajuan, masih ada keterbatasan seperti egocentrism dan animisme. Egocentrism terjadi ketika seorang anak tidak mampu membedakan antara perspektif mereka sendiri dan orang lain. Anak-anak cenderung memilih pandangan mereka sendiri apa yang mereka lihat daripada tampilan sebenarnya ditampilkan ke orang lain. Salah satu contoh adalah eksperimen dilakukan oleh Piaget dan barbel Inhelder. Tiga dilihat dari sebuah gunung yang ditampilkan dan si anak diminta apa boneka keliling akan melihat pada berbagai sudut; anak mengambil pandangan mereka sendiri dibandingkan dengan pandangan aktual boneka. Animisme adalah kepercayaan bahwa benda-benda mati mampu bertindak seperti manusia hidup dan memiliki kualitas. Contohnya adalah seorang anak percaya bahwa trotoar gila dan membuat mereka jatuh bawah.
b. Pikiran yang intuitif Substage
Terjadi antara tentang usia 4 dan 7. Anak-anak cenderung menjadi sangat ingin tahu dan mengajukan banyak pertanyaan; mulai menggunakan penalaran primitif. Ada kemunculan untuk kepentingan penalaran dan ingin tahu mengapa hal-hal terjadi. Piaget menyebutnya intuitif substage karena anak-anak menyadari bahwa mereka memiliki sejumlah besar pengetahuan tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana mereka tahu itu. Centration dan konservasi keduanya terlibat dalam berpikir sebelum operasi. Centration adalah tindakan memusatkan seluruh perhatian pada satu karakteristik dibandingkan dengan yang lain. Centration adalah memperhatikan konservasi; kesadaran bahwa mengubah penampilan suatu zat tidak merubah sifat dasar. Anak-anak pada tahap ini tidak menyadari konservasi. Dalam penelitian Piaget, seorang anak dihadapkan dengan dua gelas berisi jumlah cairan yang sama. Si anak biasanya mencatat bahwa gelas memiliki jumlah cairan yang sama. Ketika salah satu dari gelas dituangkan ke dalam kontainer yang lebih tinggi dan kurus, anak-anak yang biasanya lebih muda dari 7 atau 8 tahun mengatakan bahwa sekarang dua gelas berisi jumlah cairan yang berbeda. Si anak hanya berfokus pada tinggi dan lebar wadah dibandingkan dengan konsep umum. Piaget percaya bahwa jika seorang anak gagal dalam tugas konservasi-of-cair, itu merupakan tanda bahwa mereka berada pada tahapan perkembangan kognitif. Anak juga gagal untuk menunjukkan konservasi angka, materi, panjang, volume, dan luas. Contoh lain adalah ketika seorang anak melihat 7 anjing dan 3 kucing di layar dan bertanya apakah ada lebih anjing daripada kucing? Anak akan merespons secara positif. Namun ketika ditanya apakah ada lebih anjing daripada hewan, anak akan kembali merespon positif. Seperti kesalahan mendasar dalam logika menunjukkan transisi antara intuitif dalam memecahkan masalah dan penalaran logis sejati diperoleh di tahun-tahun berikutnya ketika anak tumbuh.
Piaget menganggap bahwa anak-anak terutama belajar melalui imitasi dan bermain selama dua tahap pertama ini, ketika mereka membangun gambar simbolis melalui kegiatan diinternalisasi.
Studi telah dilakukan di antara negara-negara lain untuk mencari tahu apakah teori Piaget bersifat universal. Psikolog Patricia Greenfield melakukan percobaan tugas serupa dengan Piaget’s beaker di negara Afrika Barat Senegal. Hasilnya menyatakan bahwa hanya 50 persen anak dari 10-13 tahun memahami konsep konservasi. Pusat kebudayaan lainnya seperti Australia dan New Guinea memiliki hasil yang sama. Jika orang dewasa tidak mendapatkan konsep ini, mereka tidak akan dapat memahami sudut pandang lain orang. Mungkin ada perbedaan dalam komunikasi antara eksperimen dan anak-anak yang mungkin telah mengubah hasil. Ia juga telah menemukan bahwa jika konservasi tidak secara luas di negara tertentu, konsep dapat diajarkan kepada anak dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman anak. Oleh karena itu, diketahui bahwa terdapat perbedaan umur yang berbeda dalam mencapai pemahaman tentang konservasi didasarkan pada sejauh mana budaya mengajarkan tugas-tugas ini.
Piaget menganggap bahwa anak-anak terutama belajar melalui imitasi dan bermain selama dua tahap pertama ini, ketika mereka membangun gambar simbolis melalui kegiatan diinternalisasi.
Studi telah dilakukan di antara negara-negara lain untuk mencari tahu apakah teori Piaget bersifat universal. Psikolog Patricia Greenfield melakukan percobaan tugas serupa dengan Piaget’s beaker di negara Afrika Barat Senegal. Hasilnya menyatakan bahwa hanya 50 persen anak dari 10-13 tahun memahami konsep konservasi. Pusat kebudayaan lainnya seperti Australia dan New Guinea memiliki hasil yang sama. Jika orang dewasa tidak mendapatkan konsep ini, mereka tidak akan dapat memahami sudut pandang lain orang. Mungkin ada perbedaan dalam komunikasi antara eksperimen dan anak-anak yang mungkin telah mengubah hasil. Ia juga telah menemukan bahwa jika konservasi tidak secara luas di negara tertentu, konsep dapat diajarkan kepada anak dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman anak. Oleh karena itu, diketahui bahwa terdapat perbedaan umur yang berbeda dalam mencapai pemahaman tentang konservasi didasarkan pada sejauh mana budaya mengajarkan tugas-tugas ini.
3) Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
Tahap operasional konkrit adalah yang ketiga dari empat tahap perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini, yang mengikuti tahap praoperasional, terjadi antara usia 7 dan 11 tahun dan ditandai oleh penggunaan yang sesuai logika. Proses penting selama tahap ini adalah:
a. Pengurutan; kemampuan untuk menyortir benda-benda dalam urutan sesuai dengan ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Sebagai contoh, bila diberi benda berbeda ukuran mereka mungkin membuat warna gradien.
Tahap operasional konkrit adalah yang ketiga dari empat tahap perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini, yang mengikuti tahap praoperasional, terjadi antara usia 7 dan 11 tahun dan ditandai oleh penggunaan yang sesuai logika. Proses penting selama tahap ini adalah:
a. Pengurutan; kemampuan untuk menyortir benda-benda dalam urutan sesuai dengan ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Sebagai contoh, bila diberi benda berbeda ukuran mereka mungkin membuat warna gradien.
b. Transitivitas; Kemampuan untuk mengenali hubungan logis di antara unsur-unsur dalam urutan serial, dan melakukan ‘transitif kesimpulan’ (misalnya, Jika A lebih tinggi daripada B, dan B lebih tinggi daripada C, maka A harus lebih tinggi dari C).
c. Klasifikasi; kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukuran atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan lain.
c. Klasifikasi; kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukuran atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan lain.
d. Decentering; anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Misalnya, anak tidak akan lagi menganggap luar biasa cangkir lebar tapi pendek untuk mengandung kurang dari normal-lebar, tinggi cangkir.
e. Kedapatbalikan; anak memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk alasan ini, seorang anak akan dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan t, t-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
f. Konservasi; memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau item.
e. Kedapatbalikan; anak memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk alasan ini, seorang anak akan dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan t, t-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
f. Konservasi; memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau item.
g. Penghapusan Egocentrism; kemampuan untuk melihat sesuatu dari perspektif lain (bahkan jika mereka berpikir salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik seorang anak di mana Jane meletakkan boneka di bawah kotak, meninggalkan ruangan, dan kemudian Melissa menggerakkan boneka ke laci, dan Jane kembali. Seorang anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Jane akan tetap berpikir itu di bawah kotak meskipun anak tahu itu adalah di dalam laci. Anak-anak di tahap ini bisa, bagaimanapun, hanya memecahkan masalah-masalah yang berlaku untuk obyek atau peristiwa aktual, dan bukan konsep-konsep abstrak atau hipotetis tugas.
h. Reversibilitas; anak berfikir bahwa adonan pipih bisa dibentuk kembali menjadi bola
i. Anak mengembangkan empati atas posisi atau kedudukan orang lain. Kemampuan dalam konsentrasi, perhatian dan memori lebih besar.
i. Anak mengembangkan empati atas posisi atau kedudukan orang lain. Kemampuan dalam konsentrasi, perhatian dan memori lebih besar.
4) Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Menurut Surya (2003), perkembangan kognitif pada peringkat ini merupakan ciri perkembangan remaja dan dewasa yang menuju ke arah proses berfikir dalam peringkat yang lebih tinggi. Peringkat berfikir ini sangat diperlukan dalam pemecahan masalah. Proses pembelajaran akan berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaklah banyak diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fizikal, yang disokong dengan interaksi sesama rekan sebaya.
Selain itu anak juga mampu berfikir abstrak. Dapat menggeneralisasikan pemikiran, membuat kesimpulan dan menggunakan penalaran obyektif. Mampu berfikir fleksibel dan kreatif. Serta mengembangkan tingkat empati dan idealisme yang lebih tinggi.
Dalam Al-Qur’an pencapaian kematangan intelektual seseorang dinyatakan berkembang bersamaan dengan kematangan organ seksualnya. Hal ini dinyatakan dalam surat An-Nisa’ yang artinya:
Menurut Surya (2003), perkembangan kognitif pada peringkat ini merupakan ciri perkembangan remaja dan dewasa yang menuju ke arah proses berfikir dalam peringkat yang lebih tinggi. Peringkat berfikir ini sangat diperlukan dalam pemecahan masalah. Proses pembelajaran akan berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaklah banyak diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fizikal, yang disokong dengan interaksi sesama rekan sebaya.
Selain itu anak juga mampu berfikir abstrak. Dapat menggeneralisasikan pemikiran, membuat kesimpulan dan menggunakan penalaran obyektif. Mampu berfikir fleksibel dan kreatif. Serta mengembangkan tingkat empati dan idealisme yang lebih tinggi.
Dalam Al-Qur’an pencapaian kematangan intelektual seseorang dinyatakan berkembang bersamaan dengan kematangan organ seksualnya. Hal ini dinyatakan dalam surat An-Nisa’ yang artinya:
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin: jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas, maka serahkanlah harta mereka harta-hartanya; dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah) kamu tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa…. (Q.S An-Nisa’: 6)
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek besar yang ada hubungannya dengan perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembangan dari susunan syaraf. Pada aspek ini penalaran orang dewasa semakain berkembang, karena mereka lebih berpengalaman dan banyak belajar. Mereka dapat berpikir tentang sesuatu melalui proses berpikir logis dan abstraksi yang lebih kaya. Dengan meningkatnya usia, seseorang menjadi lebih memahami berbagai konsep abstrak, seperti keadilan, kebenaran dan hak asasi. Mereka juga telah dapat menimba pengalaman dari berbagai konflik yang terjadi sebelumnya karena terjadinya individuasi selama masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulus dalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi sosial, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu sistem pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, pengalaman fisis, dan interaksi sosial.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulus dalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi sosial, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu sistem pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, pengalaman fisis, dan interaksi sosial.
3. IMPLIKASI TEORI PIAGET DALAM PENDIDIKAN
Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi pada pembelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti itulah yang diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran yang diterapkan pada kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode ceramah, demonstrasi, presentasi audi-visual, pengajaran dengan menggunakan mesin dan peralatan, pembelajaran terprogram, bukanlah merupakan metode yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model pembelajaran discovery yang aktif dalam lingkungan kelas. Inteligensi tumbuh dan berkembang melalui dua proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi.
Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk mencari, memanipulasi, melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri terhadap berbagai pertanyaan yang muncul. Namun demikian, bukan berarti pembelajar dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Kalau demikian halnya, apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya mampu mengukur kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus dirancang untuk menfasilitasi perbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan yang luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya, untuk berdebat, dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada siswa. Keberadaan guru harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajar, membina, dan mengarahkan siswa.
Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat. Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri.
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan untuk memahami belajar.
Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana menfasilitasi siswa agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat. Pembelajaran harus lebih bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru. Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri.
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut :
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut :
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2 kemungkinan yang dapat terjadi yaitu :
1. Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran anak
2. Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian assimilasi. Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
a. Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat apa-apa (jalan buntu)
a. Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak berbuat apa-apa (jalan buntu)
b. Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
Walaupun pada mulanya, Piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun, hampir semua remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun tidak memiliki kemampuan berpikir dalam tingkat ini.
Walaupun pada mulanya, Piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun, hampir semua remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun tidak memiliki kemampuan berpikir dalam tingkat ini.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini berpedoman kepada kegiatan pembelajaran yang mesti melibatkan siswa. Menurut teori ini, pengetahuan tidak hanya sekadar dipindahkan secara lisan, tetapi mesti dikonstruksi semua siswa. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam kegiatan pembelajaran siswa, ia mestilah bersifat aktif. Pembelajaran koperatif adalah sebuah model pembelajaran aktif dan bekerjasama. Pada masa ini, siswa telah menyesuaikan diri dengan realitas konkrit dan harus berpengetahuan. Oleh sebab itu, dalam usaha meningkatkan kualitas kognitif siswa, guru dalam melaksanakan pembelajaran mesti lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan masalah atau latihan meneliti dan menemukan (Semiawan 1990). Selanjutnya, diungkap pembelajaran koperatif bahwa pembentukan mind dengan pengetahuan hafalan dan latihan (drill) yang berlebihan, selain tidak mewujudkan peningkatan perkembangan kognitif yang optimal.
a. PENDAPAT PIAGET TENTANG PENDIDIKAN
Menurut Piaget, pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka memiliki sturktur kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan materi belajar yang berbeda pula. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak. Jika di sisi lain, materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar tejadi, materi perlu sebagian sudah sebagian diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah diketahui akan diasimilasi, dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam struktu kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.
Jadi, menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Piaget (kaum kognitif) dan kaum behaviorisme, menyimpulkan bahwa pendidikan harus diindividualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi dan bervariasi dari anak ke anak yang lain dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak. Behavioris mendapatkan kesimpulan dengan menyadari bahwa penguatan haruslah kontingen (bergantung) pada perilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang tetap membutuhkan hubungan tatap muka antara satu guru dengan satu murid atau antara murid dan materi pendidikan.
b. Kondisi optimal untuk belajar
Jika sesuatu tak bisa diasimilasikan ke dalam struktur kognitif organisme, ia tak dapat bertindak sebagai stimulus biologi. Sehingga struktur kognitif menciptakan lingkungan fisik (jasmani). Saat struktur kognitif semakin meluas, lingkungan fisik teratikulasikan dengan lebih baik. Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif organisme sehingga tidak bisa diakomodasi, tidak akan terjadi belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam sturtuk kognitif tersebut. Jika informasi tidak dapat diasimilasikan, maka ia tak bisa dipahami. Tapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna, tidak diperlukan proses belajar.
Dalam teori Piaget asimilasi dan pemahaman mempunyai pengertian yang serupa. Sehingga Dollard dan Miller mengistilahkannya sebagai “dilema belajar”, yang menunjukkan semua proses belajar bergantung pada kegagalan. Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu perkembangan kognitif. Sekali lagi, pertumbuhan akan terjadi jika hanya asimilasi terjadi.
Piaget mendukung hubungan tatap muka (satu-satu) antara guru dan murid dalam pembelajaran. Dengan alasan seseorang harus menentukan jenis struktur kognitif apa yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah struktur ini sedikit demi sedikit.
Piaget sering dianggap nativis yang percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi sebagai hasil dari kematangan biologis, namun anggapan ini tak sepenuhnya benar. Ia percaya bahwa pendewasaan hanya menyediakan kerangka untuk perkembangan intelektual. Selain itu, ada pula pengalaman fisik maupun sosial yang sangat penting bagi perkembangan mental.
Pada tahun 1958 Piaget dan Inhelder mengemukakan “pendewasaan sistem syaraf tak bisa melakukan lebih dari penentuan totalitas kemungkinan dan kemustahilan pada tahap tertentu. Lingkungan sosial tertentu jelas tidak bisa diabaikan agar kemungkinan-kemungkinan dapat direalisasikan. Realisasi ini dapat dipercepat atau diperlambat oleh fungsi kultural dan kondisi pendidikan”.
Dalam teori Piaget asimilasi dan pemahaman mempunyai pengertian yang serupa. Sehingga Dollard dan Miller mengistilahkannya sebagai “dilema belajar”, yang menunjukkan semua proses belajar bergantung pada kegagalan. Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu perkembangan kognitif. Sekali lagi, pertumbuhan akan terjadi jika hanya asimilasi terjadi.
Piaget mendukung hubungan tatap muka (satu-satu) antara guru dan murid dalam pembelajaran. Dengan alasan seseorang harus menentukan jenis struktur kognitif apa yang tersedia bagi individu dan pelan-pelan mengubah struktur ini sedikit demi sedikit.
Piaget sering dianggap nativis yang percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi sebagai hasil dari kematangan biologis, namun anggapan ini tak sepenuhnya benar. Ia percaya bahwa pendewasaan hanya menyediakan kerangka untuk perkembangan intelektual. Selain itu, ada pula pengalaman fisik maupun sosial yang sangat penting bagi perkembangan mental.
Pada tahun 1958 Piaget dan Inhelder mengemukakan “pendewasaan sistem syaraf tak bisa melakukan lebih dari penentuan totalitas kemungkinan dan kemustahilan pada tahap tertentu. Lingkungan sosial tertentu jelas tidak bisa diabaikan agar kemungkinan-kemungkinan dapat direalisasikan. Realisasi ini dapat dipercepat atau diperlambat oleh fungsi kultural dan kondisi pendidikan”.
Piaget juga mengatakan “manusia sejak lahir sudah berada dalam lingkungan fisik dan sosial yang mempengaruhinya. Masyarakat dalam pengertian lebih dari sekedar lingkungan fisik dan lingkungan sosial bisa mengubah struktur dasar individu, sebab ia bukan hanya individu untuk mengenali fakta, tapi juga memberinya sistem tanda yang sudah siap, yang akan memodifikasi pemikirannya, lingkungan sosial akan memberinya nilai-nilai baru dan menetapkan serangkaian kewajiban kepadanya”.
Pada tahun 1979 Ginsburg dan Opper meringkas pendapat piaget bahwa perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh warisan bawaan, sebagai berikut:
a. Struktur fisik bawaan (sistem syaraf) membatasi fungsi intelektual
b. Reaksi behaviorial bawaan (refleks) mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu dimodifikasi besar-besaran setelah bayi berinteraksi dengan lingkungannya
c. Pendewasaan struktur fisik mungkin memiliki korelasi psikologis (ketika otak menjadi matang sampai titik dimana perkembangan bahasa dimungkinkan). Dan seperti yang kita ketahui bahwa equilibrasi atau tendensi mencari harmoni antara diri dengan lingkungan, juga merupakan bawaan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
b. Reaksi behaviorial bawaan (refleks) mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu dimodifikasi besar-besaran setelah bayi berinteraksi dengan lingkungannya
c. Pendewasaan struktur fisik mungkin memiliki korelasi psikologis (ketika otak menjadi matang sampai titik dimana perkembangan bahasa dimungkinkan). Dan seperti yang kita ketahui bahwa equilibrasi atau tendensi mencari harmoni antara diri dengan lingkungan, juga merupakan bawaan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
c. Kontribusi teori Piaget dalam belajar
Berbeda dengan teori belajar lain seperti yang telah kita pelajari, Piaget tidak mudah dikategorikan sebagai teoritisi penguatan, atau teoretisi kontinguitas. Seperti para periset lainnya yang secara longgar disebut sebagai aliran kognitif, dia mengasumsikan bahwa belajar terjadi kurang lebih secara kontinu dan belajar melibatkan akuisi informasi dan representasi kognitif dari informasi itu. Kontribusi unik Piaget dalam perspektif umum ini adalah ia telah mengidentifikasi aspek kualitatif dalam belajar. Secara spesifik, aspek asimilasi dan akomodasinya mengidentifikasi dua tipe pengalaman belajar. Keduanya adalah proses belajar, keduanya melibatkan akuisi dan penyimpanan informasi. Namun asimilasi adalah jenis belajar yang statis, dibatasi oleh struktur kognitif yang ada; akomodasi adalah proses pertumbuhan progresif dari struktur kognitif yang mengubah karakter dari semua proses belajar selanjutnya.
d. Cara anak belajar
Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, pemahaman anak tentang objek melalui asimilasi dan akomodasi. Jika kedua proses tersebut terjadi terus menerus, membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab anak dihadapkan pada peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Anak sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab anak dihadapkan pada peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Pada renang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajara sebagai berikut:
1. Mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lan secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
1. Mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lan secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2. Mulai berpikir secara operasional.
3. Menggunakan cara berpiki operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah secara sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab-akibat.
4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah secara sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab-akibat.
5. Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas dan berat.
e. Dampak Belajar
Kurikulum-pendidik harus merencanakan kurikulum sesuai dengan tahapan perkembangan yang meningkatkan pertumbuhan logis dan konseptual siswa.
Instruksi-Guru harus menekankan peran penting bahwa siswa belajar dengan pengalaman atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya (bermain). Sebagai contoh, instruktur harus mempertimbangkan peran konsep dasar, seperti obyek permanen, bermain dalam membentuk struktur kognitif.
Instruksi-Guru harus menekankan peran penting bahwa siswa belajar dengan pengalaman atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya (bermain). Sebagai contoh, instruktur harus mempertimbangkan peran konsep dasar, seperti obyek permanen, bermain dalam membentuk struktur kognitif.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah:
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Menurut Slavin (dalam Nur :1998 : 27) implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
:1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget, penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
Dari uraian tersebut pembelajaran menurut konstruktivis dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak.
Dari uraian tersebut pembelajaran menurut konstruktivis dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak.
f. Langkah-langkah dalam pembelajaran menurut Piaget
Penetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun ada tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, logika-matematika dan sosial.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase, yaitu fase eksplorasi (siswa mempelajari gejala dengan bimbingan), pengenalan konsep (siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala), dan fase aplikasi konsep (siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut).
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase, yaitu fase eksplorasi (siswa mempelajari gejala dengan bimbingan), pengenalan konsep (siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala), dan fase aplikasi konsep (siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut).
Empat langkah pembelajaran:
1. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri dengan dibimbing dengan beberapa pertanyaan:
a) Pokok bahasan apakah yang cocok untuk eksperimentasi?
a) Pokok bahasan apakah yang cocok untuk eksperimentasi?
b) Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok?
c) Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal?
2. Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut yang dibimbing dengan pertanyaan:
c) Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal?
2. Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut yang dibimbing dengan pertanyaan:
a) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen?
b) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa?
c) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?
d) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang dapat dipecahkan atasa dasar pengisyaratan perseptual?
b) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa?
c) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?
d) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang dapat dipecahkan atasa dasar pengisyaratan perseptual?
e) Apakah kegiatan itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?
f) Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari?
3. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk memberikan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah, yang dibimbing dengan pertanyaan:
a) Pertanyaan lanjut yang memancing berfikir seperti “bagaimana jika”?
b) Membandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?
4. Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi, yang dibimbing dengan pertanyaan:
f) Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari?
3. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk memberikan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah, yang dibimbing dengan pertanyaan:
a) Pertanyaan lanjut yang memancing berfikir seperti “bagaimana jika”?
b) Membandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?
4. Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi, yang dibimbing dengan pertanyaan:
a) Segi apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siawa yang besar?
b) Segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah alternatifnya?
c) Apakah aktivitas itu memberikan peluang untuk memberikan siasat baru dipelajaruntuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut?
Secara singkat Piaget menyarankan agar pembelajaran, guru memilih masalah yang beciri kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.
b) Segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah alternatifnya?
c) Apakah aktivitas itu memberikan peluang untuk memberikan siasat baru dipelajaruntuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut?
Secara singkat Piaget menyarankan agar pembelajaran, guru memilih masalah yang beciri kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.
g. Peran Latihan dan Pengalaman
Menurut Piaget, perkembangan kognitif bukan hanya sekedar kematangan pemikiran seseorang adalah “latihan dan pengalaman”.
Latihan berpikir, merumuskan masalah, dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang dalam mengembangkan pemikirannya dan inteligensinya. Semakin banyak dan sering seorang anak dalam memecahkan masalah matematika, ia akan semakin mengerti dan mengembangkan cara berpikirnya. Piaget membedakan dua macam pengalaman:
1. Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya. Misalnya, pengalaman melihat dan mengamati akan mampu mengabstraksikan sifat-sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran itu tentang anjing.
1. Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya. Misalnya, pengalaman melihat dan mengamati akan mampu mengabstraksikan sifat-sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran itu tentang anjing.
2. Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek tersebut. Misalnya, pengalaman penjumlahan atau pengurangan benda akan membantu pemikiran akan operasi pada benda itu.
Dalam pengalaman ini, bukan sifat-sifat objeknya yang diambil, melainkan sifat-sifat objeknya terhadap tindakan terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu Piaget menekankan bahwa dalam proses belajar penekanan terbesar adalah lebih kepada siswa. Menurut Piaget, pengetahuan itu dibentuk sendirinya oleh murid dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam sistem Piaget ini. Proses belajar harus dapat membantu dan memungkinkan murid mengkonstruksi pengetahuannya. Oleh sebab itu kegiatan belajar harus memungkinkan murid mengalami berbagai pengalaman itu dan bertindak terhadap pengalaman-pengalaman tersebut.
Dalam pengalaman ini, bukan sifat-sifat objeknya yang diambil, melainkan sifat-sifat objeknya terhadap tindakan terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu Piaget menekankan bahwa dalam proses belajar penekanan terbesar adalah lebih kepada siswa. Menurut Piaget, pengetahuan itu dibentuk sendirinya oleh murid dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam sistem Piaget ini. Proses belajar harus dapat membantu dan memungkinkan murid mengkonstruksi pengetahuannya. Oleh sebab itu kegiatan belajar harus memungkinkan murid mengalami berbagai pengalaman itu dan bertindak terhadap pengalaman-pengalaman tersebut.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Teori Piaget mengenai perkembangan kognitif mendefinisikan kembali intelegensi, pengetahuan, dan hubungan dengan lingkungannya.
Perkembangan kognitif mempunyai 4 aspek yaitu kematangan, pengalaman, interaksi social, dan ekuilibrasi.
Menurut Piaget setiap organisme hidup cenderung untuk melakukan adaptasi dan organisasi. Dalam proses adaptasi dan organisasi terdapat 4 konsep dasar yaitu skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan organisme untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungannya dan menata lingkungan itu secara intelektual.
Asimilasi adalah proses yang digunakan seseorang untuk mengintegrasikan bahan persepsi baru atau stimulus baru ke dalam skemata atau pola perilaku yang sudah ada.
implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget, penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
c. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya
.d. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul karim
Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya
F:\piaget .htm
F:\PIAGET DAN TEORINYA « Ilmuwan Muda.htm
G:\Jean_Piaget. htm
G:\Teori Pembelajaran Piaget – Xpresi Riau Pos.htm
G:\teori-yang-melandasi-pembelajaran-sains.html
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Hergenhahn, B.R. & Olson, Matthew H. 2008. Theories of Leanrning. Jakarta: Kencana
Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya
F:\piaget .htm
F:\PIAGET DAN TEORINYA « Ilmuwan Muda.htm
G:\Jean_Piaget. htm
G:\Teori Pembelajaran Piaget – Xpresi Riau Pos.htm
G:\teori-yang-melandasi-pembelajaran-sains.html
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Hergenhahn, B.R. & Olson, Matthew H. 2008. Theories of Leanrning. Jakarta: Kencana
http://en.wikipedia.org/wiki/Theory_of_cognitive_development
http://www.funderstanding.com/content/piaget
Orton, Geraldine Leitl . 2007. Strategi Konseling Untuk Anak Dan Orang tuanya, UIN Press Malang,
Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi belajar. Jakarta: Rajawali Pers
Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi belajar. Jakarta: Rajawali Pers
0 komentar:
Posting Komentar