Indonesia adalah negara dengan hutan tropis paling besar ketiga di dunia (setelah Brazil dan Zaire)(www.asiaforestnetwork.org). Keanekaragamanhayati merupakan basis berbagai pengobatan dan penemuan industri farmasi dimasa mendatang. Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia diperkirakan sekitar 1.260 jenis tumbuhan (Supriadi, et al, 2001 dalam Noorhidayah dan Hajar, 2004).
Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, zat perwarna, penambah aroma makanan, parfum, insektisida dan obat. Ada 150.000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000 metabolit sekunder “baru”/tahun (Indrayanto, 2006)
Baru-baru ini, antioksidan menjadi topik menarik. Ini merupakan minat yang besar bagi
khalayak ramai, ahli obat, nutrisi, penelitian ilmu kesehatan dan makanan untuk mengetahui kapasitas dan unsur antioksidan pada makanan yang kita konsumsi (Huang, et al., 2005) begitu pula pada tumbuhan. Antioksidan dapat membantu melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen reaktif (ROS; Reactive Oxygen Species) dan radikal bebas lainnya (Wang, et al., 2003; Oke & Hamburger, 2002). Akibat reaktivititas yang tinggi, radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul, termasuk protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Radikal bebas mampu merusak molekul dan menjadi penyebab dari beberapa penyakit degeneratif dan penyakit kronis (Zhu, et al., 2002; Nia, et al., 2004; Oke & Hamburger, 2002).
Banyak penelitian telah membuktikan manfaat mengkonsumi tanaman yang berkhasiat antioksidan, seperti dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, katarak, dan penyakit degeneratif lain karena proses penuaan (Shahidi, 1997). Hal ini menjadikan antioksidan terutama dari alam banyak diminati oleh orang-orang di dunia, saat ini.
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang dalam bahasa Dayak Kenya disebut aka kelesi merupakan liana yang memanjat tinggi, panjang sampai 25 m, tumbuh dalam belukar liar, hutan sekunder dan jurang (Heyne, 1987). Air rebusan dari batang Spatholobus ferrugineus digunakan untuk pengobatan, diantaranya mengobati batuk, demam, dan menstruasi yang tidak teratur. Berbagai jenis Spatholobus telah diambil kandungan stringentnya dan sebagai penurun demam. Ekstrak Spatholobus suberectus Dunn telah dipatenkan di Jepang untuk kosmetik pemutih kulit dan antipenuaan (Numan, 2003).
Metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid, dan terpenoid. Berdasarkan hal tersebut dan penelusuran secara kemotaksonomi, penulis tertarik untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif dan aktivitas antioksidan (%) dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH).
Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, zat perwarna, penambah aroma makanan, parfum, insektisida dan obat. Ada 150.000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000 metabolit sekunder “baru”/tahun (Indrayanto, 2006)
Baru-baru ini, antioksidan menjadi topik menarik. Ini merupakan minat yang besar bagi
khalayak ramai, ahli obat, nutrisi, penelitian ilmu kesehatan dan makanan untuk mengetahui kapasitas dan unsur antioksidan pada makanan yang kita konsumsi (Huang, et al., 2005) begitu pula pada tumbuhan. Antioksidan dapat membantu melindungi tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen reaktif (ROS; Reactive Oxygen Species) dan radikal bebas lainnya (Wang, et al., 2003; Oke & Hamburger, 2002). Akibat reaktivititas yang tinggi, radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul, termasuk protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Radikal bebas mampu merusak molekul dan menjadi penyebab dari beberapa penyakit degeneratif dan penyakit kronis (Zhu, et al., 2002; Nia, et al., 2004; Oke & Hamburger, 2002).
Banyak penelitian telah membuktikan manfaat mengkonsumi tanaman yang berkhasiat antioksidan, seperti dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, katarak, dan penyakit degeneratif lain karena proses penuaan (Shahidi, 1997). Hal ini menjadikan antioksidan terutama dari alam banyak diminati oleh orang-orang di dunia, saat ini.
Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang dalam bahasa Dayak Kenya disebut aka kelesi merupakan liana yang memanjat tinggi, panjang sampai 25 m, tumbuh dalam belukar liar, hutan sekunder dan jurang (Heyne, 1987). Air rebusan dari batang Spatholobus ferrugineus digunakan untuk pengobatan, diantaranya mengobati batuk, demam, dan menstruasi yang tidak teratur. Berbagai jenis Spatholobus telah diambil kandungan stringentnya dan sebagai penurun demam. Ekstrak Spatholobus suberectus Dunn telah dipatenkan di Jepang untuk kosmetik pemutih kulit dan antipenuaan (Numan, 2003).
Metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid, dan terpenoid. Berdasarkan hal tersebut dan penelusuran secara kemotaksonomi, penulis tertarik untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif dan aktivitas antioksidan (%) dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH).
0 komentar:
Posting Komentar