Pages

Kamis, Juni 9

Isra Mi'raj dalam Sebuah Kajian Sosiologis

Bulan Rajab merupakan salah satu bulan yang memiliki keistemawaan tersendiri. Kenapa demikian? Karena pada bulan ini terjadinya sebuah peristiwa yang teramat penting dan berharga bagi seorang Nabi akhir jaman, yaitu Nabi Muhammad SAW. Juga bagi seluruh umat Islam seantero dunia, yakni peristewa Isra dan Mi’raj. sebuah rihlah ilahiah (wisata ketuhanan) yang memiliki banyak hikmah.
Isra ialah diperjalankannya Nabi Muhammad SAW di waktu malam dari Masjid Al Haram di Mekkah ke Masjid Al Aqsha di Palestina, terjadinya pada bulan Rajab tahun ke-11 kenabian, dua tahun menjelang hijrah (lihat QS. 17: 1).
Sedangkan Mi’raj ialah dinaikannya Nabi Muhammad SAW. Dari Masjid Al Aqsha ke Sidrah Al Muntaha bertemu Allah azza wa jalla untuk menerima perintah Shalat lima waktu sehari semalam, setelah itu beliau turun kembali ke Masjid Al Aqsha, kemudian pada malam itu juga kembali ke Makkah Al Mukarramah (lihat QS. 53: 17-19).
Peristewa Isra dan Mi’raj adalah peristewa yang sarat dengan ibrah dan pelajaran yang berharga bagi umat Islam, dan penuh dengan simbol-simbol dan perlambang pesan-pesan moral bagi umat manusia, contoh dan ibarat (tamsil) dalam kehidupan yang amat menyentuh jiwa serta lubuk hati yang dalam. Karena dari kedua peristewa itu, diperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW tanda-tanda kebesaran khaliq pencipta alam semesta ini.
Setiap umat Islam wajib percaya bahwa peristewa Isra Mi’raj itu benar-benar terjadi terhadap Nabi kita Muhammad SAW.
Imam Ibnu Katsir dalam kitab beliau menyebutkan point-point pokok yang harus diimani dalam masalah Isra Mi’raj ini, yaitu (1) Nabi Muhammad di Isra-kan dari Mekkah ke Bait al-Maqdis, (2) di Bait al-Maqdis, beliau sholat dua rakaat, (3) kemudian beliau dinaikan ke langit (Mi’raj), (4) Allah fardhukan shalat lima puluh waktu, kemudian Dia ringankan menjadi lima waktu sebagai rahmat dan kasih saying Allah kepada hamba-Nya. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, al Baqawi juz 5/245).
Poin itu ditambahkan oleh Syekh Muhammad al Gazali dalam kitab Fiqih As Sirah, bahwa setelah Nabi SAW diturunkan ke Bait al-Maqdis dan kembali ke Makkah malam itu juga.
Al ‘Alamah Najm Ad Din Al Gaith telah mengarang kisah Isra dan Mi’raj yang dikomentari (hasyiyah) Imam Ahmad Dardir, sehingga riwayat Isra Mi’raj populer dengan “Kitab Dardir”.
Dalam kitab ini menyebutkan banyak pelambang dalam peristewa Isra Mi’raj itu. Setidaknyaa ada sepuluh perumpamaan (tamsil) yang diperlihatkan:
Pertama, perumpamaan orang yang malas shalat digambarkan dengan kaum yang memecah dan memukul kepalanya sendiri, sesudah pecah kembali seperti semula lalu dipecah lagi, demikian seterusnya.
Kedua, mereka yang tidak menunaikan kewajiban zakat, digambarkan dengan orang yang berpakaian hanya menutup kemaluannya, teriak-teriak seperti hewan.
Ketiga, pennzina; digambarkan dengan orang yang memakan daging busuk menjijikkan yang ada di tangan kirinya, padahal ada daging yang baik di tangan kanan.
Keempat, pengacau masyarakat, disimbolkan dengan seseorang yang menaruh duri di jalanan sehingga siapapun yang lewat selalu terkait dan bajunya pun robek.
Kelima, orang yang ambisius namun di luar kemampuan memikul tugas, diumpamakan Allah dengan orang yang mengangkat beban berat, ketika tidak mampu mengangkat beban itu ditambah lagi beban yang lain.
Keenam, pemakan riba, diumpamakan Allah dengan orang yang berenang di dalam sungai darah sambil dilempari batu.
Ketujuh, penyebar fitnah, disimbolkan dengan orang yang memotong lidah dengan gunting, setelah digunting menjulur lagi, kemudian digunting lagi oleh tangannya sendiri, demikian seterusnya.
Kedelapan, orang yang tidak pernah mengukur ucapan; diumpamakan Allah dengan seekor sapi yang ingin masuk ke lubang jarum setelah keluar daripadanya, namun tak bisa masuk kembali.
Kesembilan, pemakan harta orang lain dengan yang salah, digambarkan Allah dengan orang yang berkuku panjang mencakar mukanya sendiri.
Kesepuluh, perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah, seperti seorang penanam pohon yang terus menerus memetik buahnya tanpa putus. (KH. Husin Naparin, 2004: 84-86).
Dari sepuluh perumpamaan yang diperlihatkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. hanya satu perumpamaan yang baik, sedangkan Sembilan tamsil yang dilihat oleh Nabi Muhammad adalah perumpamaan yang munkarat (kemaksiatan). Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kemungkaran sejak dulu sampai sekarang lebih banyak diperbuat oleh umat manusia.
Mudah-mudahan peristewa Isra Mi’raj ini menjadi pelajaran berharga bagi kita, dan alangkah indahnya seandainya seluruh umat Islam tidak terkecuali siapapun dia tidak memandang pangkat dan kedudukannya, akan “terhipnotis” dan pada akhirnya diharapkan mampu merubah sikap dan perilaku menuju yang lebih baik. Wallahu a’lam bish shawab.

0 komentar: